Inibaru.id - Di balik kulit yang nggak mulus, bentuk yang tak simetris, atau warna yang kurang cerah, buah-buahan berpenampilan "jelek" atau yang dikenal dengan istilah ugly fruits, ternyata menyimpan nilai gizi dan rasa yang sama dengan buah yang tampil sempurna. Sayangnya, stigma buruk terhadap penampilan buah ini membuat banyak di antaranya nggak lolos ke rak supermarket dan akhirnya terbuang percuma.
Buah-buahan yang nggak terjual ini kerap dianggap sebagai limbah, padahal sebenarnya masih layak konsumsi. Ketika dibuang dan dibiarkan membusuk di tempat pembuangan, buah-buahan tersebut menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global.
Banyak hasil pertanian global terbuang sia-sia setiap tahun, dan sebagian besar berasal dari buah dan sayur yang nggak memenuhi standar estetika pasar.
Penolakan terhadap ugly fruits ini sebenarnya menyisakan ironi besar. Di satu sisi, dunia sedang menghadapi tantangan krisis pangan, sementara di sisi lain, potensi pangan yang melimpah justru terabaikan hanya karena alasan estetika.
Membuka Peluang Ekonomi Baru
Di balik stigma yang melekat pada ugly fruits, terdapat peluang ekonomi yang menjanjikan. Beberapa negara telah memanfaatkan buah "jelek" ini untuk menciptakan produk bernilai tambah seperti jus, selai, smoothies, atau produk olahan lainnya. Langkah ini nggak hanya mengurangi limbah pangan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan sumber pendapatan tambahan bagi petani.
Di Indonesia, dengan keberagaman hasil pertanian yang melimpah, pengolahan ugly fruits bisa menjadi solusi cerdas untuk meningkatkan nilai ekonomi. Gerakan yang mendorong masyarakat untuk menerima buah berpenampilan kurang menarik ini juga berpotensi menciptakan pasar baru yang inklusif dan ramah lingkungan.
Baca Juga:
Tips Memilih Buah Naga yang MatangMengubah Persepsi Publik
Penting untuk menyadarkan masyarakat bahwa kualitas sebuah buah tidak ditentukan oleh tampilannya. Kampanye edukasi tentang nilai gizi dan rasa dari ugly fruits perlu digencarkan, baik melalui media sosial, program komunitas, maupun kolaborasi dengan pelaku usaha di bidang kuliner dan retail.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Menciptakan branding positif untuk ugly fruits, misalnya dengan menyebutnya sebagai “buah unik” atau “buah natural”.
2. Menghadirkan diskon khusus untuk konsumen yang membeli buah dengan tampilan nggak sempurna.
3. Mengembangkan inovasi produk olahan berbahan dasar ugly fruits.
Dari Buah “Jelek” Menuju Masa Depan yang Lebih Baik
Menerima ugly fruits bukan hanya soal menyelamatkan pangan, tetapi juga soal menyelamatkan lingkungan dan memperbaiki sistem ekonomi. Dengan mengubah cara pandang terhadap buah-buahan ini, kita dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan: mengurangi limbah pangan, menekan emisi gas rumah kaca, serta meningkatkan pendapatan petani dan pelaku usaha lokal.
Pada akhirnya, apa yang terlihat nggak sempurna justru menyimpan potensi besar untuk membawa perubahan baik. Mari jadikan ugly fruits sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar limbah yang terlupakan.
Sebenarnya di luar negeri ada beberapa supermarket yang menjual ugly fruits di rak khusus seperti di Australia. Sayangnya jumlahnya masih sedikit. Semoga akan ada lebih banyak yang mengambil langkah ini biar nggak banyak yang terbuang. (Siti Zumrokhatun/E05)