Inibaru.id – Biasanya sih, yang dibahas dalam masalah perubahan iklim adalah ketergantungan manusia pada energi yang nggak ramah lingkungan layaknya minyak dan batu bara, serta semakin rusaknya alam akibat kerakusan manusia. Tapi, kamu tahu nggak kalau perubahan iklim juga bisa disebabkan oleh sesuatu yang terkesan remeh banget, yakni kentut sapi? Ini beneran lo.
Jadi ya, di dalam kentut sapi ini ada gas metana yang bisa memberikan efek buruk bagi iklim bumi. Bahkan, disebutkan kalau gas metana dari kentut hewan yang dipelihara manusia untuk dikonsumsi daging dan susunya ini mempengaruhi 10 persen dari emisi gas di seluruh planet. Kok bisa besar banget sih?
Omong-omong, gas metana muncul dari hasil proses pencernaan hewan memamah biak layaknya sapi. Di dalam perut hewan ini, ada semacam mikroba yang mengolah makanan namun juga memproduksi gas tersebut.
Meski kentut adalah hal yang wajar muncul pada hewan, gas metana yang ikut muncul dalam kentut sapi memiliki dampak buruk bagi alam. Maklum, kalau sampai gas ini berkumpul di atmosfer, bisa menahan panas sampai 85 kali lebih besar dari karbondioksida. Intinya, gas metana memang bisa memberikan dampak perubahan iklim 85 kali lebih cepat dibandingkan dengan karbondioksida yang diproduksi manusia setiap saat lewat pernapasan.
Oya, angka pengaruh 10 persen ke perubahan iklim ini sebenarnya turun jika dibandingkan dengan laporan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, Joint Global Change Institute, serta Departemen Energi negara tersebut yang menyebut pengaruh kentut sapi ke perubahan iklim pada 2017 mencapai 11 persen. Meski begitu, tetap saja hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih.
Soalnya, sampai sekarang, banyak orang yang masih menganggap remeh efek dari kentut sapi tersebut. Penelitian terkait dengan peternakan sapi dan kaitannya terhadap perubahan iklim juga masih minim. Padahal, konsumsi susu dan daging hewan ini sangat tinggi sehingga bisa dipastikan jumlah sapi di dunia juga sangat banyak.
Per 2020 lalu saja, Data dari Kementerian Pertanian menyebut rata-rata jumlah sapi potong dunia pada 2016 sampai 2020 mencapai lebih dari 976 juta ekor per tahun.
“Di banyak wilayah di dunia, jumlah ternak berubah, dan pembudidayaan telah menghasilkan jumlah hewan yang lebih besar dengan asupan makanan yang lebih tinggi. Ini, bersama dengan perubahan dalam manajemen peternakan, dapat menyebabkan emisi metana yang lebih tinggi,” ungkap peneliti Departemen Pertanian AS (USDA) Julie Wolf.
Hm, kalau menurutmu, apakah sebaiknya kita mengurangi jumlah sapi di dunia atau mengurangi konsumsi susu dan dagingnya agar jumlah kentut sapi yang mempengaruhi perubahan iklim juga berkurang, Millens? (Pik, Kom/IB09/E05)