Inibaru.id - Nggak hanya perkembangan pemain yang terdampak akibat belum jelasnya kompetisi sepak bola perempuan di Indonesia. Banyak pengadil lapangan yang juga turut kehilangan mata pencahariannya.
Yang ironis, kompetisi sepak bola perempuan di Tanah Air sebenarnya juga baru dimulai pada 2019 lalu. Setahun setelahnya, pandemi Covid-19 menerjang dan sampai sekarang, belum ada lagi kompetisi sepak bola perempuan yang bergulir.
Ketidakjelasan kompetisi ini diresahkan oleh wasit sepak bola perempuan asal Magelang, Jawa Tengah, bernama Alenne Thresia Laloan. Dia pun sampai memutuskan untuk bekerja di salah satu bank demi menyambung hidup karena nggak bisa memperoleh pendapatan dari dunia sepak bola.
"Selama Liga Putri belum ada kejelasan, saya nggak bisa bergantung sama profesi (wasit) ini," keluh perempuan yang kerap disapa Alen itu saat ditemui Inibaru.id.
Saat mengetahui Ratu Tisha kembali terpilih di kepengurusan baru PSSI, Alen sebenarnya berharap sepak bola bisa kembali diperhatikan. Tapi, sampai sekarang belum terlihat titik terang.
"Jujur aku menaruh harapan besar kepada Ibu Ratu Tisha. Karena ketika beliau menjabat sekjen di era kepemimpinan Iwan Bule (Ketua PSSI sebelumnya), Liga Putri aktif dan banyak pertandingan skala nasional," ucap Alen.
Banyak Wasit Lain Mengalami Nasib Serupa
Nggak hanya Alen yang mengalami nasib kurang mengenakkan akibat nggak adanya kompetisi sepak bola perempuan di Indonesia dalam empat tahun belakangan. Ada puluhan wasit perempuan lain yang merasakan hal serupa.
"Tolong sepak bola perempuan dijalankan lagi. Biar kami wasit perempuan bisa fokus lagi dengan pekerjaan utama kami. Banyak teman-teman saya yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaannya sebagai wasit," imbuh Alen.
Untuk saat ini Alen memang belum terpikir untuk kembali menjadi wasit. Tapi, dia masih menyimpan harapan besar PSSI bisa membuatnya dan rekan-rekan sejawat segera kembali menjalani profesi tersebut.
"Aku pribadi belum tahu, tapi kemungkinan tetap bekerja di sini (bank)," ungkap perempuan lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP) tersebut.
Regenerasi Wasit Perempuan Berjalan Lambat
Nggak hanya kompetisi sepak bola perempuan yang mandek, Alen juga mengeluhkan hal lain, yaitu minimnya jumlah wasit perempuan di Indonesia. Menurutnya, kini hanya ada 40 orang wasit perempuan berlisensi C1 atau berstatus wasit nasional.
"Minimnya wasit perempuan menurutku karena orang-orang mungkin nggak familiar kalau perempuan juga bisa jadi wasit," ungkapnya.
Selain itu, regenerasi wasit perempuan di Indonesia juga masih buruk. Menurut Alen, jarang ada wasit perempuan yang mampu berkarier sampai usia empat puluh tahunan karena pengaruh kondisi fisik yang menurun. Banyak yang bahkan memilih untuk pensiun usai melahirkan anak.
"Regenerasi wasit perempuan juga berjalan lambat. Sampai sekarang masih banyak wasit senior umur di atas 30 tahun yang turun ke lapangan. Sebab kita kekurangan regenerasi. Sepak bola perempuan memang ada kemajuan, cuman untuk wasitnya sangat minim," resahnya.
Keluhan Alen atas kondisi sepak bola perempuan di Indonesia ada benarnya, Millens. Kompetisi Liga Putri sebaiknya segera digulirkan agar pemain bisa kembali aktif dan para wasit bisa mendapatkan sumber pendapatannya lagi. (Fitroh Nurikhsan/E07)