BerandaHits
Rabu, 3 Des 2025 13:01

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

Penulis:

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!Siti Khatijah
Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

Diskusi Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Indonesia (DIR) bersama DEEP, dan Rumah Perubahan. (Dok DIR)

Dalam diskusi Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Indonesia (DIR) bersama Deep Indonesia dan Rumah Perubahan, Guru Besar Ilmu Manajemen Prof Rhenald Kasali mengatakan, di era kuantum, negara harus adaptif biar nggak tertinggal.

Inibaru.id - Perubahan besar dalam teknologi dan geopolitik global menjadi sorotan utama dalam Panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun yang digelar oleh Deep Intelligence Research (DIR), Deep Indonesia, dan Rumah Perubahan di Bekasi pada Selasa (2/12/2025).

Dalam forum tersebut, Founder Rumah Perubahan sekaligus Guru Besar Ilmu Manajemen Prof Rhenald Kasali PhD menegaskan bahwa dunia kini memasuki fase baru yang dia sebut sebagai Quantum Age (Zaman Kuantum).

Menurutnya, zaman sekarang perang makin murah. Dulu, negara mengirim tentara manusia, sekarang cukup mengirim mesin, drone, dan kecerdasan buatan. Kita sudah nggak hidup di era disrupsi, tapi quantum age, zaman ketika konflik bisa muncul hanya dengan algoritma dan keputusan bisa diambil oleh mesin.

“Jika negara tidak cepat beradaptasi, kita bisa kalah, bahkan tanpa tahu siapa musuhnya,” tegasnya.

Menurut Rhenald, perubahan saat ini nggak lagi berlangsung secara linier maupun eksponensial, tetapi melompat-lompat secara kuantum. Negara dapat terguncang bukan karena kekuatan militer, melainkan oleh teknologi yang bergerak jauh lebih cepat dari kemampuan institusi untuk membaca dan merespons ancaman.

“Di Quantum Age, intuisi politik tidak cukup. Negara harus mengambil keputusan secepat teknologi bergerak,” tegasnya.

Turunnya Kepercayaan Publik

Dalam sesi pemaparan riset, Neni Nur Hayati, Direktur Deep Indonesia sekaligus Direktur Komunikasi DIR, mempresentasikan analisis berbasis kecerdasan buatan terhadap 174.730 percakapan publik di media sosial sepanjang 2025.

Hasilnya menunjukkan adanya penurunan kepercayaan publik yang signifikan terhadap berbagai sektor nasional.

“Percakapan publik didominasi isu otoritarianisme, konflik elite, PSU yang berlarut-larut, hingga kekecewaan masyarakat terhadap komunikasi kebijakan pemerintah. Lonjakan terbesar terjadi saat demo nasional 28 Agustus lalu,” jelas Neni.

Riset juga menemukan bahwa persepsi publik terhadap penegakan hukum cenderung negatif. Isu seputar RUU KUHAP hingga kasus Hasto, Tom Lembong, dan Ira Puspadewi menjadi sorotan utama. Narasi “KPK sudah tidak relevan” termasuk yang paling menetap.

Dalam forum, berdasarkan riset yang mereka kembangkan, DIR memaparkan bahwa telah terjadi penurunan kepercayaan publik yang signifikan terhadap berbagai sektor nasional. (Dok DIR
Dalam forum, berdasarkan riset yang mereka kembangkan, DIR memaparkan bahwa telah terjadi penurunan kepercayaan publik yang signifikan terhadap berbagai sektor nasional. (Dok DIR

"Beberapa program prioritas juga dipertanyakan publik, termasuk Program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang mendapat perhatian besar, tapi diikuti kritik mengenai ketidaksiapan eksekusi. Janji pertumbuhan ekonomi 8 persen juga dinilai publik sebagai harapan yang tidak realistis,” paparnya.

Sementara itu, dalam isu geopolitik, publik menilai sikap pemerintah terhadap krisis Gaza inkonsisten. Riset menemukan adanya jurang persepsi antara pemberitaan media dan sentimen warganet.

“Publik bukan hanya mengkritik. Mereka kelelahan karena kebijakan terasa jauh dari realitas yang mereka hadapi. Ini menandakan hubungan negara dan warga berada dalam titik paling rawan,” imbuhnya.

Negara Harus Tinggalkan Pola Lama

Menanggapi temuan DIR, Rhenald Kasali menekankan bahwa negara nggak bisa lagi bekerja dengan pola birokratis yang lambat. Ancaman masa depan bukan lagi datang dari tank dan senjata, tetapi dari kecerdasan buatan, misinformasi, dan serangan digital.

“Rakyat hidup dengan logika digital. Negara harus mengejar ritme itu. Jika tidak berubah, distrust akan membesar dengan cepat.” sebutnya, mengingatkan.

Oya, selain Rhenald dan Neni, forum ini juga menghadirkan analis kebijakan Andi Widjajanto, anggota Komisi XI DPR RI H Oleh Soleh, Sekjen Partai Golkar Muhammad Sarmuji, Sekjen PKS Muhammad Kholid, Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, praktisi big data dan AI Atmaji Sapto Anggoro.

Adapun Deep Intelligence Research (DIR) adalah lembaga riset berbasis kecerdasan buatan (AI) di Indonesia yang didirikan pada 2025. DIR fokus memanfaatkan big data untuk pengambilan keputusan publik dan bisnis secara lebih akurat, transparan, dan presisi, agar kebijakan dapat menjawab masalah riil yang kita hadapi.

Menutup forum, Direktur DIR Neni Nur Hayati menegaskan bahwa persoalan terbesar Indonesia saat ini bukan lagi minimnya data, melainkan kemampuan untuk memanfaatkannya secara kolektif.

“Ketika big data sudah ada, pertanyaannya, how the next? Bagaimana kita bergerak? Dengan siapa kita bergerak? Karena di era seperti ini, kolaborasi adalah kunci,” cecar Neni. "Tanpa kerja bersama antara pemerintah, sektor legislatif, akademisi, teknolog, dan masyarakat sipil, Indonesia dipastikan akan kesulitan.".

Teknologi yang bergerak cepat memang memungkinkan siapapun terengah-engah mengejarnya. Tanpa kolaborasi, kita hanya akan menjadi usang, penuh korosi, dan perlahan mati. (Siti Khatijah/E10)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved