BerandaAdventurial
Rabu, 26 Nov 2025 13:32

Peninggalan Nitisemito di Kudus dan Mitos yang Terbantahkan dari Omah Kembar

Penulis:

Peninggalan Nitisemito di Kudus dan Mitos yang Terbantahkan dari Omah KembarImam Khanafi
Peninggalan Nitisemito di Kudus dan Mitos yang Terbantahkan dari Omah Kembar

Peserta walking tour Cerita Kudus Tuwa di halaman Omah Kembar, sambil berfoto dengan latar rumah kolonial yang megah. (Inibaru.id/Imam Khanafi)

Dikenal sebagai 'De Kretek Konning' atau Raja Kretek Nusantara, jejak Nitisemito di Kudus menjadi cerita yang pantang dilewatkan, termasuk peninggalannya yakni Omah Kembar, bangunan tua di tepi Sungai Gelis yang dipenuhi berbagai mitos, yang akhirnya terkonfirmasi melalui walking tour ini.

Inibaru.id - Halaman luas yang mengelilingi sebuah bangunan tua nan anggun di tepi Sungai Gelis, Kabupaten Kudus ini melemparkan imajinasi saya jauh ke awal-awal abad ke-20. Saya membayangkan ada mobil-mo bil mewah yang terparkir di situ.

Pagi itu, imajinasi saya nggak berlanglang sendirian. Bersama saya, ada puluhan peserta walking tour lain yang yang juga sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri saat memasuki kompleks rumah bergaya kolonial yang cukup terkenal di Kota Kretek ini.

Dari tempat kami berdiri, rumah itu tampak seperti sedang menunggu untuk diceritakan kembali, dengan atap merah, dinding putih kebiruan, dan aura tua yang memancarkan kisah kejayaannya pada 1920-an lalu. Orang Kudus menyebutnya Omah Kembar.

“Rumah besar yang menghadap ke utara itu dulunya bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga pernyataan status. Nitisemito membangunnya sebagai hadiah bagi kedua putrinya, Nahari dan Nafiah," ujar Yusak Maulana, penyelenggara walking tour sejarah bertajuk Jejak Kretek, Jejak Nitisemito, yang digelar Komunitas Cerita Kudus Tuwa beberapa waktu lalu.

Di hadapan peserta zilenial yang sebagian datang bersama para guru dan orang tua itu, pelestari sejarah dari Cerita Kudus Tuwa ini kemudian menambahkan bahwa rumah kembar yang berdiri di kedua sisi Sungai Gelis itu adalah bukti kejayaannya.

"Ini menjadi tanda bahwa kejayaan seorang pengusaha pribumi (bumiputera) bisa melampaui batas-batas kelas sosial kolonial,” terang Yusak.

Rumah 'Gedong' Nitisemito

Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)
Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)

Mendengar penjelasan itu, saya langsung teringat sosok Nitisemito. Sedikit yang saya tahu, dia adalah saudagar kretek tersohor di Kudus. Dikenal sebagai M Nitisemito, dialah pendiri pabrik rokok legendaris Bal Tiga dan salah satu pengusaha bumiputera terkaya pada masa Hindia Belanda.

“Dulu rumah ini terang benderang pada malam hari,” kisah Yusak. “Di atapnya dipasang lambang Bal Tiga, tiga lingkaran yang disorot lampu listrik. Bayangkan, listrik saja pada waktu itu masih barang mewah!”

Kini rumah itu lebih senyap, meski sisa-sisa semangat masa lalu tetap terasa. Para peserta berjalan pelan di halaman, seakan menyadari bahwa mereka sedang memasuki ruang yang pernah menjadi saksi pesta pernikahan mewah, kunjungan tamu agung, hingga obrolan hangat di beranda yang menghadap sungai.

Setelah membuka obrolan, Yusak terlihat membiarkan para peserta mengeksplorasi kompleks rumah gedong yang sejuk ini. Dengan antusias, mereka berkeliling, mengabadikan sudut-sudut taman, mencatat detail kecil, dan sesekali berdiskusi.

Sejurus kemudian, dengan gaya bertutur yang hidup, Yusak kembali bercerita tentang riwayat M Nitisemito. Lahir di Kampung Jagalan, Desa Langgardalem, dengan nama kecil Rusdi, dia mulai bercerita, Nitisemito tumbuh di antara Menara Kudus dan Sungai Gelis.

"Muda, gelisah, dan penuh rasa ingin tahu, Rusdi memilih berdagang alih-alih mengikuti jejak ayahnya yang seorang birokrat desa," tuturnya. "Ia merantau ke Kertosono, Jombang, hingga Malang, melanjutkan tradisi orang Kudus untuk 'berlayar' membawa dagangan."

Nitisemito Kembali ke Kudus

Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)
Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)

Puas merantau, takdir membawa Nitisemito kembali pulang. Di Kudus, bersama sang istri yakni Nasilah, dia mulai meracik rokok kretek di dapur rumah.

“Dari dapur kecil itu lahirlah legenda!” tutur Yusak.

Legenda itu, lanjutnya, bernama Bal Tiga, yang dengan nomor gedeponeered 4642, berhasil melambungkan namanya. Ribuan pekerja memenuhi ruang produksi, mobil-mobil mewah menghiasi halaman rumah, surat kabar Hindia Belanda memuat profilnya, bahkan raja Jawa menyempatkan diri datang berkunjung.

"Nitisemito juga mendapat hadiah seekor kuda kualitas prima bernama Kyai Gambuh, lengkap dengan pelatih keturunan India, eks pasukan berkuda Sepoy," kata dia. "Hanya sedikit bumiputera yang bisa mencapai posisi sosial seperti itu di era kolonial. Bukan hanya kaya, tapi juga punya jeneng (nama besar) yang tak habis dibicarakan orang.”

Rute walking tour ini bukan sekadar jalan-jalan. Di tangan Yusak, ia berubah menjadi misi melawan mitos. Salah satunya adalah untuk mengecek fakta atas cerita lama tentang koin bergambar Ratu Wilhelmina konon ditanam di lantai rumah Nitisemito, yang ternyata isapan jempol belaka.

“Benar, pernah ada rencana menanam koin," jawab cucu Nitisemito, Yudhi Ernawan Soemadji Nitisemito, yang mengonfirmasi langsung keberadaan mitos turun-temurun ini. "Namun, belum sempat dilakukan, sudah bocor lebih dulu. Akhirnya batal.”

Runtuhnya Mitos, Tegaknya Sejarah

Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)
Peserta walking tour, sedang mendengarkan penjelas dari tim Cerita Kudus Tuwa. (Inibaru.id/Imam Khanafi)

Fakta itu kemudian membawa fakta yang lain. Isu yang berkembang, yang banyak diyakini orang, adalah bahwa Omah Kembar merupakan kediaman utama Nitisemito. Ini keliru, karena rumah utamanya berada di Jagalan.

Sebaliknya, Omah Kapal yang digadang-gadang sebagai peninggalan Nitisemito ternyata salah. Belum lagi cerita dramatis tentang desas-desus bahwa dia menyewa pesawat Fokker untuk menyebar pamflet promosi Bal Tiga yang hingga kini tak pernah terbukti dalam arsip sejarah.

Oya, selama berada di dalam Omah Kembar, kami dilarang mengambil foto dan video. Kebijakan dari tuan rumah itu, Yusak menuturkan, bukanlah upaya untuk membatasi dokumentasi, tapi menghindari unggahan mistis yang dapat menyesatkan.

“Kita ingin membawa sejarah di sini, bukan sensasi, kan?” tegas Yusak di hadapan peserta, yang serempak dijawab peserta dengan anggukan kepala.

Petrus, salah seorang peserta gen-Z nggak jauh dari tempat saya duduk, yang selalu tampak serius mendengarkan dan mencatat mengatakan, dia baru tahu jika Kudus pernah memiliki pengusaha bumiputera kelas dunia pada dekade 1920-an.

Yap, nggak semua orang Kudus mengetahui cerita tersebut. Saat itulah, di halaman Omah Kembar, sambil berfoto dengan latar rumah kolonial yang megah itu, Yusak mengatakan bahwa walking tour ini adalah upaya untuk mengembalikan sejarah Kudus ke tangan anak-anaknya.

"Walking tour ini bukan hanya perjalanan fisik, tapi perjalanan untuk membongkar ulang ingatan kolektif Kudus," lontarnya sebelum mengakhiri tur.

Sebelum menyambangi Omah Kembar, peserta tur napak tilas sosok yang pernah disebut sebagai De Kretek Konning atau Raja Kretek Nusantara ini lebih dulu dimulai dengan mengunjungi Museum Mini, lalu dilanjutkan dengan menyambangi Rumah Nitisemito.

Keluar dari Omah Kembar, bau tembakau seakan menyeruak, menggantung di udara, menyisakan aroma tipis kejayaan di rumah tua yang dilalui banyak orang tapi acap terlupakan. Setidaknya, para peserta tur ini nggak lupa. Itu sudah! (Imam Khanafi/E10)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved