Inibaru.id - Sebuah berita mengejutkan di awal tahun 2025. Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional yang di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan capres maupun cawapres.
MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon capres dan cawapres yang dianggap sebagai langkah maju untuk memperkuat demokrasi Indonesia.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). MK mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, MK menilai pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas terbukti nggak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. MK juga menilai besaran ambang batas lebih menguntungkan partai politik yang memiliki kursi di DPR.
Putusan Mahkamah Konstitusi
MK dalam pertimbangan hukumnya menilai bahwa penerapan ambang batas minimal untuk calon presiden telah membatasi hak konstitusional pemilih, yang seharusnya memiliki lebih banyak pilihan dalam memilih pasangan calon presiden. Dengan hanya dua pasangan calon yang sering kali muncul, pemilu dapat terjebak dalam polarisasi yang membahayakan kebhinekaan Indonesia.
MK juga menyoroti potensi munculnya calon tunggal dalam pemilu presiden, yang semakin terlihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang cenderung mengarah ke calon tunggal. Mahkamah berpendapat bahwa ambang batas ini, meskipun dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas politik, berisiko menghalangi pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung.
Putusan MK yang menghapuskan presidential threshold membuka peluang bagi lebih banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk maju dalam pilpres mendatang. Hal ini akan memberikan lebih banyak pilihan kepada pemilih, yang pada gilirannya dapat memperkaya kualitas demokrasi di Indonesia.
Namun, dampak buruk dari penghapusan ini juga harus diperhatikan, terutama dalam konteks potensi fragmentasi politik yang lebih besar dan kemungkinan munculnya banyak pasangan calon yang nggak memiliki dukungan cukup luas.
Selain itu, penghapusan presidential threshold dapat mempengaruhi dinamika koalisi partai politik, yang sebelumnya sangat bergantung pada pencapaian ambang batas untuk mencalonkan pasangan presiden. Dengan lebih banyak partai yang bisa mengajukan calon, publik akan melihat pergeseran dalam aliansi politik yang ada.
Hm, sejauh ini, putusan MK ini masih menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, Millens. Tapi, marilah kita lihat apakah keputusan ini memberikan dampak baik atau buruk bagi demokrasi Indonesia! (Siti Khatijah/E07)