Inibaru.id - Sabang, kota paling ujung sekaligus terluar dari Indonesia punya berbagai potensi perkebunan unggulan Dinas Pertanian, di antaranya kelapa, pinang, dan cengkeh. Namun, kakao menjadi komoditas yang kini tengah diperhatikan mengingat produksinya yang sudah siap.
Namun, tahukah kamu, petani kakao di Sabang kini telah memanfaatkan teknologi untuk membantu mereka lo, Millens!
Ya, meski perkebunan kakao di Sabang sudah ada sejak 1986, hasilnya belum maksimal lantaran minimnya pengetahuan dan perawatan. Kini, dinas pertanian setempat telah bekerja sama dengan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengetahui masa tanam dan panen kakao yang tepat.
Salah satu metode perawatan kakao yang paling mudah adalah dengan melihat cuaca. Saat mendung dan hujan, semak-semak harus dibersihkan agar tanaman tidak berjamur dan merusak buah. Nah, saat kemarau, sekeliling pohon yang sudah bebas rumput ditutup untuk menjaga kelembaban tanah.
Teknologi hasil kerja sama dinas pertanian dan BMKG Sabang yang dapat dimanfatakan oleh petani kakao ini disebut Simluh atau Sistem Informasi Manajemen Penyuluh. Dengan teknologi ini, para penyuluh dapat mengumpulkan data dari petani binaan melalui sistem yang sudah terhubung dengan internet.
Penggunaan Simluh ini membantu Dinas Petanian memantau database petani (kelompok tani) dan hasil perkebunan.
Yang bikin sistem ini keren, data yang terinput langsung terhubung ke Kementerian Pertanian
Memahami Cuaca lewat Internet
Selain Simluh, petani Sabang juga dapat mengakses SLI (Sekolah Lapang Iklim) yang memanfaatkan jaringan internet sebagai media penyuluhan. SLI berguna untuk memahami informasi iklim yang bermanfaat dalam kegiatan pertanian. Pelatihan ini yang dapat dilakukan secara tatap muka maupun daring. Namun, di masa pandemi, pelatihan lebih banyak dilakukan secara daring dengan didukung jaringan internet yang stabil.
Wahyudin, Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar, mengungkapkan, ada tiga hal yang memengaruhi produksi dalam pertanian, yaitu lahan, bibit, dan iklim. Namun, iklim adalah satu-satunya faktor yang nggak bisa dimodifikasi.
“Seiring perkembangan teknologi, lahan dan bibit dapat dimodifikasi. Namun, tidak dengan iklim. Maka, petani harus menyesuaikan. Dengan penyesuaian ini petani paham kapan musim tanam dan panen,” ungkap Wahyudin.
BMKG membantu petani dengan menerjemahkan bahasa teknis menjadi bahasa praktis yang mudah dipahami oleh petani yang dapat diakses melalui internet. Dengan begitu, petani dapat mengetahui prakiraan cuaca, kapan musim hujan dan musim kemarau. Harapannya, informasi cuaca yang tepat dapat meningkatkan produksi kakao para petani.
Gimana Cara Sistem Bekerja?
Data yang dihasilkan oleh sensor milik BMKG dimasukkan ke dalam form yang tiap tiga jam akan dicatat secara global dan nasional. Data ini akan menghasilkan bentuk dan animasi yang dapat ditafsirkan dalam data model. Selanjutnya, infomasi cuaca dapat ditentukan oleh prakirawan.
Menurut forecaster prakirawan BMKG Kota Sabang Halo Moan Nasution, mereka telah membuat Grup WhatsApp dan Telegram untuk mempermudah petani dalam mengakses informasi dari website yang berasal dari seluruh instansi. Ya, meski mereka punya keterbatasan untuk bertatap muka, hal ini dapat diatasi dengan internet.
Selain itu, jaringan internet mampu menunjang pertanian dan kreativitas anak muda di Sabang. Salah satunya dalah Cokinil, produk coklat asli Sabang yang digagas oleh Gusti dan kawan-kawannya. Melalui Instagram, dia memasarkan produknya tersebut.
Inilah bukti bahwa teknologi dan informasi penting bagi semua sektor. Kepala Diskominfotiksa Kota Sabang berharap, ketersediaan jaringan media informasi dapat mengajak semua potensi. Harapannya, seusai pandemi masyarakat mendapat manfaat dan bakal bangkit kembali dengan hal tersebut.
Bukan nggak mungkin teknologi informasi dapat membuat kota paling barat dan terluar punya kesempatan yang sama untuk terus maju dan berkembang! (IB27/E03)