Inibaru.id -Sebetulnya kunjungan saya ke objek wisata Tamansari Ngayogyakarta ini karena terpengaruh salah satu konten channel Youtube “Kisah Tanah Jawa”. Mereka menyinggung sejarah sudut-sudut Kota Yogyakarta lewat kacamata metafisik. Nah, salah satunya adalah Tamansari ini. Dari situ saya jadi merasa tertarik untuk mengunjunginya langsung pada Selasa (17/12) pagi.
Saya masuk ke Tamansari bukan lewat pintu depan, tapi melalui Pasar Ngasem karena di sana terdapat tulisan “Parkir Tamansari”. Bagi seseorang yang baru kali pertama ke sana dan sendirian, jujur saja ini membingungkan.
FYI, area Tamansari berada di daerah permukiman dan situsnya tersebar. Untuk masuk ke setiap situs, kamu perlu selalu memperlihatkan tiket masuk seharga Rp 6500 ini. Jadi, jangan sampai hilang ya.
Jarak antarsitus memang nggak terlalu jauh, tapi lumayan bikin gempor. Kamu harus melewati lorong bawah tanah, mendaki, melalui anak tangga yang nggak tinggi tapi banyak. Duh, di sini kebugaran tubuhmu bakal terlihat. He
Kalau kamu cukup modal dan nggak mau capek sendirian, kamu bisa menyewa pemandu yang kebanyakan mematok Rp 50 ribu. Tapi karena sedang berada dalam mode hemat, saya nggak menyewa pemandu. Untungnya ada brosur pariwisata Tamansari yang banyak membantu saya.
Tamansari Ngayogyakarta ini dibangun pada 1684 (1758
M). Kala itu Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I.
Situs ini dibuat untuk tempat rekreasi dan kolam pemandian anggota kerajaan.
Dalam kesendirian saya menikmati Tamansari, tanpa sengaja saya mendengar penjelasan pemandu kepada wisatawan. Saya lirik nama di ID Card-nya; Wardi. Dia berkata kalau Tamansari merupakan tempat yang eksklusif bagi kalangan keraton.
“Tempatnya cukup intim. Khusus untuk kalangan keraton. Mungkin bagi kami yang rakyat biasa ini belum bisa sebebas sekarang. Dulu juga belum ada lampu. Pakainya masih sentir,” ujar Wardi.
Namun Wardi juga menyampaikan pengetahuan penting, yakni bahan baku dinding penyusun situs Tamansari ini bukanlah bikinan Belanda. Namun berasal dari Eropa dataran Portugis atau Maroko.
Lantaran nggak enak karena mennguping, akhirnya saya menjauh.
Terdapat 21 bangunan di situs Tamansari ini. Namun yang utama dan ikonik adalah pada Gedong Gapura Hageng, Pasiraman Umbul Binangun, Gedong Gapura Panggung, Sumur Gumuling, dan bangunan tertinggi di antara lainnya yakni Pulo Kenanga.
Berkunjung ke Tamansari, dari apa yang saya lihat, daya trik besarnya adalah banyaknya sektor yang cukup cantik untuk dijadikan spot foto. Meskipun mempelajari sejarahnya juga nggak kalah penting namun kenyataannya pengunjung di sini seperti itu..
Tertarik berkunjung? Jangan lebih dari pukul 15.00 WIB, ya. Satu lagi pesan Wardi yang harus saya dengar sebelum melangkah pergi, "jangan melamun."
Kamu sudah pernah berkunjung ke Tamansari belum, Millens? (Audrian F/E05)