inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Watu Gilang Kotagede Yogyakarta, Konon Dulu Alas Singgasana Raja
Minggu, 5 Mei 2024 17:16
Penulis:
Bagikan:
Watu Gilang Kotagede Yogyakarta. (Makamkotagede.bantulkab)

Watu Gilang Kotagede Yogyakarta. (Makamkotagede.bantulkab)

Bentuknya hanya berupa batu ceper persegi. Tapi, Watu Gilang Kotagede Yogyakarta konon memiliki banyak cerita sejarah. Seperti apa cerita-ceritanya?

Inibaru.id – Bentuknya hanya berupa batu berbentuk segi empat yang mirip seperti tempat untuk mengasah pisau namun ukurannya jauh lebih besar. Tapi, Watu Gilang Kotagede Yogyakarta lebih dari sekadar batu. Konon, batu ini dulu adalah singgasana raja pertama Mataram Islam, Panembahan Senopati.

Lokasi Watu Gilang ini bisa kamu temui di Gang Ayem, Purbayan, tepatnya di sebuah rumah tertutup yang ada di tengah-tengah permukiman penduduk. Kalau menurut budayawan setempat Achmad Charris Zubair, sebelum pusat kerajaan Mataram Islam digeser ke Pleret, Panembahan Senopati kerap menggunakan batu tersebut sebagai tempat duduk.

“Watu Gilang ini dulu diduga adalah tempat singgasana Panembahan Senopati. Saat Sultan Agung memindahkan Ibu Kota ke Pleret, singgasananya tetap ditempatkan di sini. Sayangnya, keraton runtuh lalu digantikan menjadi permukiman penduduk. Untungnya, batu ini tetap dijaga,” terang Zubair sebagaimana dinukil dari Detik, Senin (30/10/2023).

Asal kamu tahu saja, pusat pemerintahan Mataram Islam di Kotagede hanya sampai ke raja kedua saja. Raja ketiga, yaitu Sultan Agung, memilih untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Pleret. Praktis, Watu Gilang hanya dipakai tiga raja saja, termasuk Sultan Agung.

Tapi, bagaimana mungkin singgasana sebuah kerajaan legendaris di Jawa hanya berupa batu ceper yang sederhana? Kalau soal ini, Zubair yakin kalau di atas batu tersebut ditempatkan sebuah kursi. Jadi, para raja Mataram Islam nggak benar-benar duduk langsung di atas batu tersebut.

Bangunan tempat Watu Gilang masih tersimpan. (Makamkotagede.bantulkab)
Bangunan tempat Watu Gilang masih tersimpan. (Makamkotagede.bantulkab)

“Jadi batu ini sebagai alas untuk kursi kebesarannya. Layaknya di Keraton Jogja, ada alas duduk raja di Siti Hinggil, bagian depan keraton yang menghadap ke alun-alun dan dipakai untuk pisowanan,” lanjutnya.

Nggak hanya berperan sebagai alas kursi singgasana, konon Watu Gilang juga jadi saksi bisu sebuah cerita rakyat yang melegenda, yaitu terbunuhnya Ki Ageng Mangir, menantu yang sayangnya juga musuh Panembahan Senopati. Meski begitu, hal ini juga masih menjadi dugaan para peneliti dan budayawan.

Yang unik, di Watu Gilang ada ukiran yang dibuat dari empat bahasa, yaitu Bahasa Belanda, Italia, Prancis, serta Latin yang bermakna “dunia itu berputar dalam bahasa yang sama”. Meski membuatnya jadi terlihat menarik, kalau menurut Zubair, hal itu justru bisa dianggap sebagai vandalisme yang dilakukan orang Belanda pada masa penjajahan.

Nggak jauh dari Watu Gilang yang berbentuk batu ceper, ada juga Watu Gatheng yang berwujud bulat dengan ukuran bermacam-macam. Meski ada yang mengira batu-batu ini dulu adalah mainan dari anak Panembahan Senopati bernama Raden Rangga, ada budayawan lain yang yakini jika batu tersebut sebenarnya adalah meriam raksasa bernama Kyai Poncowuro.

Hm, jadi penasaran ya sepeti apa rupa dari Watu Gilang Kotagede ini. Tertarik untuk melihatnya secara langsung, Millens? (Arie Widodo/E05)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved