Inibaru.id – Pembuatan minyak jamas menjadi salah satu bagian penting dari prosesi Penjamasan Dua Pusaka Sunan Kalijaga yang akan digelar tiap 10 Zulhijah atau saat Iduladha. Tahun ini, prosesi tersebut kemungkinan akan jatuh pada 6 Juni 2025.
Minyak yang dikenal sebagai Lisah Sepuh ini memiliki keunikan tersendiri karena proses pembuatannya hanya boleh dilakukan oleh para perempuan lansia atau yang telah memasuki siklus manepouse. Mereka juga harus merupakan keturunan atau trah Sunan Kalijaga.
Menurut Juru Kunci Sunan Kalijaga Edi Mursalin, para lansia tersebut dipilih karena dianggap sebagai orang suci yang telah menghadap kiblat. Inilah alasan kenapa minyak jamas ini disebut sebagai "lisah sepuh". Dalam bahasa Jawa, lisah berarti minyak, sedangkan sepuh berarti tua.
“Ini menggambarkan orang-orang yang suci dan mengarah ke kiblat, sehingga ketika meninggal dihadapkan lor kidul (membujur dari utara ke selatan),” katanya belum lama ini.
Dimulai dengan Puasa Sunah

Sebelum membuat lisah sepuh, para lansia yang bertugas harus menjalani ritual puasa sunah seperti puasa Senin-Kamis terlebih dahulu. Edi menurutkan, hal tersebut dimaknai sebagai bentuk ikhtiar penyucian jiwa.
“Nggak harus semua petugas, tapi paling tidak ada yang melakukan puasa sunah sebelumnya," tuturnya.
Minyak lisah sepuh dibuat menggunakan kelapa yang jumlahnya ganjil. Boleh 5, 7, atau 11. Untuk tahun ini, Edi mengungkapkan, pembuatan lisah sepuh menggunakan 11 kelapa. Kelapa yang dipilih nggak boleh jatuh dan harus menghadap lor-kulon (utara-barat, barat laut, atau arah kiblat).
Membuat lisah sepuh biasanya akan memakan waktu hingga tiga hari. Minyak yang sudah jadi nantinya disimpan dan dicampur dengan wewangingan khusus untuk digunakan saat prosesi penjamasan pusaka warisan Sunan Kalijaga, yakni Kiai Carubuk dan Kotang Ontokusumo.
Diwariskan Turun-temurun

Tradisi pembuatan lisah sepuh sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, diwariskan turun-turun di antara keturunan Sunan Kalijaga hingga sekarang. Hal ini sebagaimana pesan yang telah diwasiatkan oleh tokoh sentral dalam perkembangan Islam di Jawa bernama asli Raden Said tersebut.
Ketua Adat Kadilangu Raden Agus Supriyanto menjelaskan, wasiat itu sudah diajarkan secara turun-temurun. Pada saat itu, Sunan Kalijaga berpesan agar keturunannya rajin menjamasi kedua pusakanya setelah ulama yang hidup pada abad ke-15 itu meninggal dunia.
Pesan itu berbunyai, ”Anakku, keris ini simpan dan jamasi; taruhlah di atas perisai lampu. Kamu dan seluruh keturunanmu jangan coba-coba melihat bentuk dan asal usulnya. Jika melanggar, pasti mengalami kebutaan”.
Berdasarkan wejangan tersebut, nantinya prosesi penjamasan memang dilakukan dengan mata tertutup, karena nggak ada keturunan Sunan Kalijaga yang berani melanggar. Hal ini juga dilakukan agar tradisi pembuatan lisah sepuh tetap terjaga dan sesuai tuntunan terdahulu.
Oya, penjamasan dua pusaka Sunan Kalijaga ini nantinya dibarengi dengan penggantian kain penutup makam atau luwur yang juga digelar pada 10 Zulhijah. (Sekarwati/E03)