Inibaru.id – Ritual memanggil hujan nggak hanya dipercaya orang-orang dari Suku Afrika. Di Indonesia, tepatnya di Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, warganya juga mengenal ritual yang sama. Nama ritual tersebut adalah Guyang Cekathak.
Kali terakhir ritual ini dilakukan adalah pada musim kemarau tahun lalu, tepatnya pada Jumat (30/9/2022). Meski begitu, tradisi yang kabarnya sudah ada sejak Sunan Muria masih berdakwah di Tanah Jawa ini selalu digelar secara rutin pada Jumat Wage pada bulan September.
“Biasanya sih tradisi ini digelar bertepatan dengan kemarau panjang. Tapi, tradisi ini sebenarnya lebih dari sekadar doa untuk meminta hujan karena dijadikan ajang bersyukur sekaligus bersedekah kepada warga sekitar,” ucap Juru Kunci Sendang Rejoso Muhammad Bambang Budi Iriyanto sebagaimana dikutip dari Harian Muria, Sabtu (1/10/2022).
FYI, Guyang Cekathak dilakukan di Sendang Rejoso karena masyarakat sekitar yakin jika di tempat itulah, dulu Sunan Muria berwudu. Karena meyakini tempat tersebut bersejarah, mereka pun pengin melestarikannya dan berusaha agar sumber airnya tetap eksis. Oleh karena itulah, mereka bedoa meminta hujan saat kemarau panjang agar sumber air di Sendang Rejoso nggak sampai kering.
Guyang Cekathak bisa diartikan sebagai memandikan pelana kuda. Hal ini disebabkan, dalam prosesinya, ada pelana kuda milik Sunan Muria yang dibesihkan di Sendang Rejoso.
Jalannya Ritual Guyang Cekathak
Prosesi Guyang Cekathak biasanya dimulai pada pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIB di kompleks Makam Sunan Muria. Ratusan warga melakukan kirab membawa pelana kuda milik Sunan Muria ke Sendang Rejoso.
Setelah sampai di sendang, tahlil dan doa dibaca oleh para tetua dan diikuti oleh warga. Setelah itu, proses pembasuhan pelana kuda dilakukan. Setelah pelana kuda tersebut bersih, ratusan dawet khas Muria dibagikan kepada warga yang hadir.
“Dawetnya memang sudah jadi salah satu syarat Guyang Cekathak. Untuk dibagikan ke warga,” ucap Bambang sebagaimana dikutip dari Betanews, Jumat (30/9/2022).
Bambang juga memastikan bahwa tradisi ini sama sekali nggak memiliki niatan syirik. Karena, ritual meminta hujannya dilakukan dengan berdoa dan salat sunah meminta hujan, bukannya dengan ritual-ritual lainnya.
“Doa minta hujan dan selamatan dengan makan bersama dilakukan setelah pelana kuda selesai dicuci,” ucap Bambang.
Yap, yang namanya tradisi turun-temurun nggak ada salahnya untuk tetap dilestarikan ya, Millens. Apalagi, tradisi unik ini juga bisa menjadi daya tarik wisata bagi masyarakat Kudus. Wah, jadi penasaran ya melihat langsung tradisi Guyang Cekathak tahun ini nanti. (Arie Widodo/E10)