Inibaru.id – Kamu pernah nggak mencicipi nikmatnya makanan bangsawan di warung-warung di pinggir jalan? Kalau mampir ke Kudus, Jawa Tengah, kamu beneran bisa melakukannya, lo, Millens.
Soalnya, nasi pindang khas Kudus yang dulu dianggap hanya bisa disantap para bangsawan kini bisa dengan mudah ditemui di Kota Kretek.
Meski ada embel-embel pindang pada penganan ini, jangan kira nasi pindang memakai bahan ikan. Soalnya, lauk yang dipakai dalam olahan makanan yang mirip dengan rawon ini justru daging kerbau, daging yang cukup populer di Kudus.
“Dulu pas zaman penjajahan, yang mampu membeli daging sapi kan orang Belanda. Kalau pindang daging kerbau dijualnya ke priyayi pribumi,” ungkap salah seorang penjual nasi pindang khas Kudus Masyudi sebagaimana dilansir dari Kompas, Jumat (20/7/2018).
Alasan Utama Memakai Daging Kerbau
Sebenarnya, ada alasan lain yang membuat nasi pindang khas Kudus memakai bahan daging kerbau. Hal ini dipengaruhi oleh ajaran Sunan Kudus yang dulu sangat menghormati umat Hindu yang nggak mau menyembelih sapi. Dia pun akhirnya menyarankan warga Kudus untuk mengganti sapi dengan kerbau.
“Sunan Kudus nggak mendewakan sapi. Tapi istilahnya, sebelum masuknya Islam kan dulu agama Hindu sudah lebih lama eksis di sini. Jadi, beliau menghormati orang Hindu sehingga mereka tertarik untuk masuk agama Islam. Warga Kudus pun kemudian terbiasa sampai sekarang menyembelih kerbau, bukannya sapi,” ucap Sumarni alias Mbak Mar, salah seorang penjual nasi pindang khas Kudus sebagaimana dikutip dari Detik, Minggu (29/8/2021).
Perempuan yang sudah berdagang nasi pindang sejak 1985 ini mengaku penganan yang dia jual memang mirip dengan rawon. Tapi, kuahnya beda karena memakai campuran santan.
“Penyajiannya juga lain. Pindang memakai daun pisang. Bumbunya sama dengan yang lain,” lanjut perempuan yang berjualan nasi pindang di Taman Bojana, Kudus tersebut.
Dulu Dikenal Sebagai Hidangan Mewah Khusus Bangsawan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, nasi pindang dulu dikenal sebagai makanan bangsawan. Hal ini diamini oleh Masyudi yang sempat mendapatkan cerita tentang hal tersebut dari kakeknya. Bahkan, ukuran porsi nasi pindang yang dikenal nggak banyak juga didasari oleh kebiasaan para bangsawan pada zaman dahulu.
“Priyayi itu dulu lebih suka makanan dengan porsi kecil. Hal ini menurun sampai sekarang. Masih dijaga porsinya hanya segini,” ungkap Masyudi.
Awalnya, kuliner yang berasal dari Desa Colo ini hanya disajikan pada perayaan atau pesta rakyat tertentu. Lambat laun rakyat jelata semakin penasaran dengan rasa penganan ini. Hal ini membuat warung-warung penjual nasi pindang khas Kudus pun bermunculan di Kudus dan akhirnya kini menjadi salah satu makanan yang paling populer di sana.
Omong-omong, kamu pernah mencicipi nasi pindang khas Kudus ini belum Millens? (Arie Widodo/E05)