BerandaTradisinesia
Rabu, 15 Okt 2025 17:01

Belajar Agama Lewat Tembang; Cara Orang Jawa Menyapa Tuhan dengan Suara dan Rasa

Belajar Agama Lewat Tembang; Cara Orang Jawa Menyapa Tuhan dengan Suara dan Rasa

Orang Jawa lebih mudah menerima pengajaran mengenai Islam melalui media tembang. (via Wikipedia)

Bagi orang Jawa, belajar agama tak harus lewat kitab tebal. Tembang dan kidung jadi jalan spiritual yang mengajarkan tauhid, nafsu, dan cinta Ilahi lewat suara dan rasa.

Inibaru.id - Orang Jawa punya cara khas dalam memahami ajaran agama. Mereka tak hanya membaca kitab, tapi juga menyanyikannya. Dalam tradisi Jawa, ilmu tak cukup diserap lewat akal, tapi juga lewat rasa. Maka jangan heran kalau ajaran tentang Tuhan, nafsu, dan jiwa justru diajarkan lewat tembang dan kidung.

Antropolog Clifford Geertz dalam bukunya Agama Jawa mencatat, masyarakat Jawa lebih akrab dengan tradisi lisan daripada tulisan. Bagi mereka, kata yang diucapkan punya getaran batin yang lebih dalam daripada sekadar huruf di atas kertas. Itulah sebabnya, ajaran Islam di tanah Jawa berkembang bukan hanya lewat pesantren atau kitab kuning, tapi juga lewat tembang-tembang yang bisa dinyanyikan dan diresapi.

Salah satu contohnya adalah karya Sultan Agung, raja Mataram abad ke-17, yang menulis Serat Sastra Gending. Karya ini adalah suluk, sebuah teks sufistik yang berbentuk tembang. Isinya mengajarkan tentang pembersihan jiwa, penundukan hawa nafsu, dan perjalanan menuju rasa sejati bertemu dengan Tuhan. Tapi yang menarik, ajaran sedalam itu tak disampaikan dengan bahasa rumit, melainkan lewat tembang yang bisa disenandungkan dengan irama lembut.

Menurut peneliti sastra Nancy Florida dalam bukunya Menyurat yang Silam Mengurat yang Tenggelam, teks-teks seperti Sastra Gending justru populer karena bisa dinyanyikan. Ajaran yang sulit dipahami dalam kitab bahasa Arab menjadi lebih mudah diterima hati rakyat lewat nada dan irama. Ilmu agama tak berhenti di lembar kitab, tapi hidup dalam suara dan rasa.

Serat Sastra Gendhing berisi pedoman agar manusia mengenal Tuhan. (via Kompas) 
Serat Sastra Gendhing berisi pedoman agar manusia mengenal Tuhan. (via Kompas)

Bagi orang Jawa, belajar agama bukan sekadar urusan otak, tapi juga pengalaman batin. Dengan tembang, mereka bisa mengingat syariat, merenungi hakikat, dan mendekati makrifat sambil larut dalam suasana spiritual. Tembang menjadi jembatan antara teks dan rasa, antara ilmu dan pengalaman.

Peneliti lain, Mark R. Woodward, dalam Islam in Java, menulis bahwa tembang membuat Islam berakar kuat dalam budaya Jawa. Ia bukan ajaran asing yang datang dari luar, melainkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat ajaran dibungkus dalam tembang, Islam tak hanya dihafal, tapi dihayati dengan hati yang lembut dan rasa yang halus.

Itulah sebabnya, bagi orang Jawa, belajar agama tak harus kaku di antara kitab dan meja. Cukup dengan suara yang lembut, irama yang mengalun, dan hati yang khusyuk, mereka bisa merasa lebih dekat dengan Tuhan.

Coba dengarkan lagi tembang-tembang Jawa lama. Siapa tahu, di antara lirik dan nadanya, kamu menemukan cara baru untuk berbicara dengan Tuhan; pelan, dalam, dan penuh rasa. (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved