Inibaru.id - Dalam budaya Jawa, kucing bukan sekadar hewan peliharaan. Ia dianggap punya “tanda” dan pertanda, salah satunya lewat ekornya. Dalam Serat Ngalamating Kucing, disebutkan bahwa kucing dengan ekor panjang bisa membawa kesialan bagi pemiliknya. Sementara kucing dengan ekor bundel atau pendek justru dipercaya membawa keberuntungan dan ketenangan di rumah.
Bagi masyarakat Jawa tempo dulu, kepercayaan semacam ini bukan hal aneh. Setiap ciri fisik hewan dianggap punya makna metafisik. Ekor panjang, misalnya, diasosiasikan dengan “sifat licik” atau “arah yang nggak tentu”, sementara ekor pendek dianggap simbol stabilitas dan kesetiaan. Maka nggak heran jika beberapa orang tua dulu melarang anaknya memelihara kucing berekor panjang karena takut membawa nasib buruk.
Namun, kalau ditelusuri dari sisi ilmiah, kepercayaan itu tentu tak punya dasar. Panjang ekor kucing sepenuhnya ditentukan oleh faktor genetik. Menurut penelitian dari Cornell University College of Veterinary Medicine, panjang ekor kucing berhubungan dengan ras, ukuran tubuh, dan kebutuhan adaptasi hewan tersebut terhadap lingkungan.
Kucing domestik seperti kucing kampung atau kucing lokal Asia, misalnya, cenderung punya ekor lebih pendek karena adaptasi evolusioner. Sementara ras seperti Maine Coon atau Norwegian Forest Cat memiliki ekor panjang yang membantu mereka menjaga keseimbangan di daerah bersalju.
Secara anatomi, ekor kucing terdiri dari 19 hingga 23 ruas tulang belakang kecil. Ia berfungsi seperti kemudi yang menjaga keseimbangan tubuh, terutama saat kucing melompat atau berlari cepat. Ketika berjalan di tempat tinggi misalnya di pagar atau atap rumah, ekornya berfungsi seperti penyeimbang alami agar tubuhnya tetap stabil.
Baca Juga:
Alasan Kucing Suka Dielus DagunyaEkor juga jadi alat komunikasi penting. Saat kucing menggoyangkan ekornya perlahan, itu bisa berarti ia sedang santai atau penasaran. Tapi jika ekornya mengembang dan bergerak cepat, itu pertanda ia merasa terancam. Bahkan, gerakan halus di ujung ekor bisa menunjukkan mood si kucing, apakah ia senang, waspada, atau jengkel.
Selain itu, ekor juga berperan sebagai peraba sensitif. Di dalamnya terdapat banyak saraf yang membantu kucing memahami kondisi sekitar, terutama saat berada di ruang gelap. Jadi, memotong ekor kucing seperti yang dulu sempat jadi praktik tradisional di beberapa daerah justru bisa merusak keseimbangan dan kemampuan orientasi mereka.
Lalu, soal membawa sial atau keberuntungan? Itu tergantung bagaimana kita memandangnya. Dalam dunia modern, mungkin mitos hanya jadi cerita menarik yang memperkaya budaya. Tapi di sisi lain, memahami sisi ilmiahnya justru membuat kita semakin kagum pada ciptaan Tuhan yang begitu detail.
Jadi, apakah kamu masih percaya kucing berekor panjang bisa bikin sial? Atau justru semakin sayang karena tahu, betapa luar biasanya fungsi ekor yang selalu bergoyang di belakangnya?
Yuk, rawat kucingmu dengan kasih, bukan dengan prasangka. Karena di balik setiap gerakan ekornya, ada bahasa cinta yang nggak selalu bisa kita pahami. (Siti Zumrokhatun/E05)
