Inibaru.id – Shougo Makishima, tokoh antagonis dalam serial anime Psycho-Pass mengatakan, membaca buku adalah bentuk meditasi. Karenanya, perasaan memegang buku fisik bakal berbeda dengan membaca via e-book.
Menurut sosok berambut putih tersebut, inilah yang membuat keberadaan buku cetak akan tetap bertahan sampai kapan pun dan nggak tergantikan oleh buku digital. Pendapat tersebut tentu ada benarnya. Sebagian orang memang lebih memilih membaca dari buku cetak ketimbang versi digitalnya.
Kendati belakangan banyak toko gulung tikar dan tempat persewaan buku tutup permanen, buku cetak masih saja diproduksi. Percetakan masih ada. Bahkan, para pelapak buku bekas juga masih bisa meraup keuntungan dari koleksi buku yang mereka miliki.
Di kota-kota besar, kamu mungkin tahu sejumlah sudut yang biasa digunakan untuk berjualan buku bekas. Di Kota Semarang, Jawa Tengah, salah satu sentra buku bekas paling terkenal adalah di sekitar Stadion Diponegoro, tentu saja selain Pasar Johar yang beberapa tahun lalu sempat terbakar.
Tepat di belakang stadion yang berlokasi di Jalan Ki Mangunsarkoro, Karangkidul, Semarang Tengah, itu, berderet lapak-lapak buku bekas dan baru. Orang Semarang menyebutnya "Toko Buku Stadion" karena lokasinya yang nggak pernah berubah sejak lama.
Para bibliophile (pencinta buku) di Kota Lunpia pasti nggak asing dengan pusat buku bekas tersebut. Selain menjual buku ajar, para pelapak ini memang biasa menjual buku-buku bekas. Kalau beruntung, kamu bisa menemukan buku bagus dengan harga yang sangat miring di sana.
Plus-Minus Buku Bekas
Eko, salah seorang pelapak buku di belakang stadion mengatakan, orang-orang yang paham buku dan banyak membaca biasanya lebih suka mengulik buku-buku bekas. Mereka umumnya sudah tahu isinya sebelum membeli.
“Mereka pilih cari buku bekas, ya karena murah, jadi nggak terlalu merogoh kocek,” ujar lelaki bersahaja tersebut, belum lama ini.
Namun, lanjutnya, menjual buku bekas nggak bisa diandalkan karena terkadang buku-buku tersebut nggak segera laku kendati sudah dipajang di toko dalam waktu yang sangat lama. Kalau lama nggak ada yang meminati, Eko biasanya bakal meloakkan buku-buku tersebut.
“Kalau lama nggak laku ya saya kilokan (dijual di tukang loak per kilogram). Nggak masalah!” terang Eko sambil membungkus buku pesanan pelanggan.
Baca Juga:
Lebih Dekat dengan Asem Kawak, Komunitas Penjual Barang Antik yang Kerap Ganti Nama dan LokasiUntuk buku bekas, Eko biasa menjual dengan banderol yang cukup variatif. Harganya mulai Rp 5.000-an. Namun, untuk buku-buku yang masih bagus, dia berani memasang tarif hingga ratusan ribu rupiah.
"Buku bekas, sebagus apa pun pasti ada minusnya, entah sampul kotor atau ada kertas yang terlipat,” aku Eko.
Perlu kamu tahu, nggak semua buku bekas yang dipajang di toko buku belakang stadion adalah kepunyaan pemilik lapak. Beberapa buku bekas biasanya merupakan titipan. Jadi, terkadang memang ada sejumlah orang yang sengaja menitipkan buku koleksi mereka untuk dijual melalui pelapak ini.
Hubungan antara pemilik buku dengan pelapak umumnya hanyalah saling percaya. Nantinya, jika buku sudah laku, pelapak bakal menghubungi pemilik buku untuk bagi hasil.
Dari Fiksi hingga Buku Ajar
Buku bekas yang dijual di belakang stadion bisa sangat bervariasi, mulai genre ilmu pengetahuan hingga cerita horor. Nggak hanya cerita fiksi, buku-buku bekas yang dijual pun nggak jarang merupakan buku ajar atau diktat yang biasa dipakai untuk belajar di sekolah.
Maka, sangat lazim melihat orang-orang mondar-mandir dari satu lapak ke lapak lain di kawasan tersebut untuk mencari buku ajar tertentu. Bukan buku baru, tapi bekas. Mirna, misalnya, siang itu memborong cukup banyak buku buku bekas di beberapa toko.
Perempuan berkacamata itu mengatakan, anaknya akan melanjutkan sekolah dan masuk pondok pesantren, karena itulah dia berusaha membekali buah hatinya dengan sejumlah buku ajar yang kemungkinan bakal dibutuhkan.
“Saya beli kamus-kamus dan buku lain," terang Mirna sembari memilih beberapa buku di belakang stadion. "Ini buku pesanan yang nggak disediakan sekolah dan pondok (pesantren)."
Mirna mengaku sengaja mengulik buku bekas ke kawasan stadion karena tempat tersebut lumayan komplet. Selain itu, harga buku bekas juga jauh lebih murah.
"Duh, kalau buku baru di toko harganya mahal. Jadi, nggak apa-apa deh bekas, yang penting masih bagus,” seru Mirna.
Meski harganya jauh lebih murah, mendapatkan buku bekas yang sesuai dengan keinginan tentu bukanlah perkara mudah. Berbeda dengan membeli buku baru yang tinggal tunjuk dan bayar, butuh effort lebih untuk buku bekas, karena kita perlu mencari dari lapak ke lapak hingga dapat yang diinginkan.
Yeah, tapi ini pilihan sih. Mau buku baru atau bekas, yang lebih penting dari itu semua adalah kemauan membaca. Percuma membeli kalau akhirnya mangkrak nggak terbaca, bukan? Ha-ha. (Kharisma Ghana Tawakal/E03)