Inibaru.id – Banyak orang yang mengira tempe kemul sebagai versi lain dari mendoan. Padahal, keduanya berbeda meski sama-sama memakai bahan utama tempe dan tepung. Satu hal yang pasti, tempe kemul nikmat untuk dijadikan lauk atau camilan, apalagi jika kondisinya masih hangat.
Jika tempe mendoan sudah siap disajikan meski baru dimasak setengah matang, tempe kemul benar-benar digoreng dengan matang. Teksturnya pun jadi lebih keras dan renyah jika dibandingkan mendoan. Selain itu, keberadaan daun kucai dan kunyit yang sudah dicampur pada tepung membuat camilan ini memiliki warna kuning cerah yang menggoda!
Tempe kemul adalah kudapan khas Wonosobo, Jawa Tengah. Mengapa disebut dengan ‘kemul’ yang merupakan kata Bahasa Jawa untuk selimut? Sederhana saja, karena tempenya diselimuti dengan tepung.
O ya, camilan ini nggak hanya bisa kamu temui di gerobak-gerobak kaki lima yang ada di Wonosobo. Terkadang, tempe kemul juga disediakan penjual mi ongklok, penjual bakso, warung makan, atau pedagang asongan yang ada di terminal angkutan umum.
Cocok Dimakan dengan Nasi Megono
Meski cocok untuk dijadikan camilan atau lauk makanan jenis apapun, orang Wonosobo menyebut tempe kemul sebagai pasangan terbaik bagi nasi megono. Yap, kombinasi dari kedua makanan tersebut jadi salah satu menu favorit warga kabupaten yang ada di dataran tinggi tersebut.
O ya, jangan kira nasi megono khas Wonosobo sama dengan yang disediakan di Pekalongan dan Magelang, ya, Millens? Di Pekalongan, nasi megono berisi cacahan nangka muda, parutan kelapa, dan bunga kecombrang. Kalau di Magelang, jenis sayur yang dimasukkan lebih beragam yaitu kol, kacang panjang, kecambah, dan pete. Sementara itu, nasi megono khas Wonosobo berisi irisan kubis hijau, parutan kelapa, dan ebi dengan jumlah parutan kelapa yang lebih sedikit.
Salah satu tempat nasi megono dan tempe kemul diburu warga Wonosobo untuk sarapan adalah di sebuah warung yang ada di Dusun Munggang, Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah. Warung tersebut dikelola oleh Sa’adah.
“Warung saya sudah buka sejak pukul 05.00 WIB dan dipenuhi pelanggan sejam setelahnya. Biasanya pukul 09.00 WIB sudah habis,” cerita Sa’adah sebagaimana dilansir dari Harian Jogja, (27/10/2022).
Meski jualan utamanya adalah nasi megono, Sa’adah sengaja memastikan tempe kemul yang disediakan sebagai lauk utama penganan tersebut tetap hangat. Suaminya pun terus menggorengnya agar pelanggan selalu mendapatkan tempe kemul dengan kenikmatan maksimal.
“Suami saya yang mengurus gorengannya, saya sibuk menyajikan nasi megono,” ceritanya.
Wah, jadi makin penasaran ya seperti apa kenikmatan mencicipi tempe kemul hangat di tengah suhu udara Wonosobo yang dingin, ya, Millens? (Arie Widodo/E10)