Inibaru.id – Berbeda dengan orang dewasa yang sudah mampu mengontrol emosi dengan baik, serta mengerti tanggung jawab akan tugas yang diemban. Anak-anak cenderung belum bisa mengontrol emosi mereka.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Pasti nggak mudah ya mengarahkan bocil-bocil ini untuk memainkan perannya dalam proses produksi film, karena mood anak yang sulit ditebak.
Omah Dongeng Marwah (ODM), merupakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang mengajarkan anak tentang dongeng dan untuk berani tampil di depan umum. Nggak hanya dongeng, ODM juga melatih bakat seni anak lainnya lo. Termasuk memproduksi film.
Film yang pernah diproduksi oleh ODM adalah Mata Jiwa yang diadopsi dari cerpen Bintang di Langit Jakarta karya Tsaqiva Kinasih. FYI, Tsaqiva merupakan salah satu peserta didik di ODM. Lalu gimana ya proses syuting film ini berjalan?
Pada Senin (15/06) Dwi Yuliastuti, kakak pendamping di ODM menceritakan kepada saya bagaimana perasaan senang sampai sulitnya mengikuti mood anak dalam bermain peran.
“Banyak sekali kejutan-kejutan, jadi anak yang terlihat nggak bisa, pendiam. Ketika dia harus take adegan film, dia langsung acting dengan sungguh-sungguh. Nanti setelah selesai, cut dia diem dan tidur lagi,” ungkap Dwi.
Menurutnya, menyesuaikan mood menjadi kunci penting dalam pengambilan adegan film yang diperankan oleh aktor dan aktris cilik ini.
“Ya, tingkah anak lah, sesuai mood-nya. Kalo mood-nya nggak bagus ya kita nunggu sebentar,” ujarnya. Apalagi latar tempat dalam pembuatan film Mata Jiwa ini ada di beberapa tempat, salah satunya Jakarta.
Dwi juga bercerita tentang salah satu pemain film Mata Jiwa bernama Radian Pasha Bimantara. Kala itu, Radian masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Proses pengambilan adegan film yang dilakukan sampai tengah malam membuat Radian tertidur kelelahan. Padahal menurut Dwi, Radian itu kalau tidur susah sekali dibangunkan. Dari kejadian itulah, ide kreatif muncul dan menjadikan peristiwa Radian yang susah dibangunkan menjadi adegan dalam film secara natural. “Akhirnya kejadian itu diambil menjadi adegan dalam film, ketika dia dibangunin malah marah, Ha-ha“ cerita Dwi.
“Dia itu, ketika lagi break shooting main hape dan santai, kalau sudah diteriakin ‘ayo siap’, dia langsung siap,” lanjutnya.
Emosi marah anak-anak ketika bermain film juga terjadi ketika pembuatan dongeng nusantara pada 2017 silam. Beberapa anak marah ketika harus take ulang adegan.
“Itu sampai marah-marah anaknya, ‘aku dah capek,’ kata sang anak,” tutur Dwi.
Dwi juga menyebutkan jika kala itu pemainnya adalah anak-anak SD. Bisa jadi, mereka belum terbiasa dengan aktivitas shooting. Jadi mereka harus mengulang adegan berkali-kali sampai rasanya kesal dan ingin marah.
Akhirnya anak-anak tersebut diberikan pendekatan secara perlahan. “Kita dekati pelan-pelan, sambil bilang, ‘Iya-iya, ini sebentar lagi, sebentar lagi. Kalau sudah selesai kamu bisa istirahat lebih lama, kalau marah-marah terus nanti nggak selesai-selesai, lo’,” kata Dwi menjelaskan cara mengarahkan anak ketika syuting.
Usaha nggak pernah mengkhianati hasil. Omah Dongeng Marwah kala itu mendapatkan juara nasional.
“Dan kami diundang untuk tampil live di kampus UI, anak-anak kami boyong semua satu bus,” ujarnya.
Hm, walau agak rempong tapi seru juga ya syuting dengan anak-anak ini. Yuk, doakan semoga mereka bisa menjadi aktor dan aktris berkualitas di masa depan. (Rafida Azzundhani/E05)