Inibaru.id - Nama Chamdani belakangan banyak disebut di kalangan seniman di Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Alasannya, seniman ukir 44 tahun itu tengah menggarap sebuah mahakarya yang setelah empat tahun berjalan bahkan baru jadi sekitar separuhnya.
Namanya Relief Nusantara; sebuah ukiran kayu berukuran panjang 18 meter dari akar jati tua yang berisikan ikon-ikon budaya, pakaian adat, tradisi, dan hal lain yang menggambarkan tiap provinsi di Indonesia. Telah ratusan juta dihabiskan Chamdani untuk menggarap proyek luar biasa tersebut.
Apa yang dia lakukan bisa dibilang "gila". Namun, sebetulnya sebutan itu memang telah lama disematkan di belakang namanya. Chamdani si seniman edan; begitulah teman-temannya menyebut!
Bukan tanpa alasan lelaki asal Desa Setrokalangan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus ini disebut seniman edan. Sebelum menggarap Relief Nusantara, dia pernah menghadirkan karya-karya yang juga "di luar nalar", baik dari segi ukuran, detail, atau bahan yang dipilih.
Bermula dari Bebek Akar Bambu

Sebelum mencapai posisinya yang sekarang, Chamdani juga pernah bangkrut, berkali-kali menelan pahitnya kegagalan, dan menahan lapar karena nggak punya cukup uang untuk sekadar makan. Namun, titik-titik terendah itulah yang membuatnya tertempa dengan baik.
Perjalanan seni Chamdani dimulai pada 2000 ketika dirinya kali pertama membuat bebek-bebekan dari akar bambu untuk menyuplai sebuah perusahaan. Semula, dia bisa menyuplai hingga 1.000 buah tiap minggu. Namun, bisnis itu nggak bertahan lama.
Beberapa kali dia mengaku mengalami kebangkrutan. Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk kemudian memaksanya meninggalkan dunia seni untuk sementara waktu. Tanpa ijazah SMA, dia cuma bisa bekerja serabutan untuk bertahan hidup; termasuk menjadi tukang bangunan dan pekerja mebel.
Namun, itu pun nggak berjalan baik. Beberapa kali Chamdani dipecat karena dianggap kurang terampil. Putus asa, dia pun kembali kepada panggilan hatinya: dunia seni. Uang yang dia dapatkan dari kerja serabutan untuk modal membuat lebih banyak karya.
Bonsai Akar Bambu Ratusan Juta

Saat itu, Chamdani sudah dikenal sebagai seniman akar bambu. Nah, suatu ketika, ada seorang pembeli dari Yogyakarta yang mendatanginya, bermaksud menebus empat buah bonsai akar bambu yang dibuatnya. Nilainya cukup tinggi, yakni mencapai Rp200 juta.
“(Hasil penjualan) waktu itu saya pakai buat modal lagi dan bangun rumah, karena dulu rumah saya tidak selayak sekarang,” kenangnya.
Kesuksesan kecil itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Chamdani mulai belajar lebih dalam tentang seni ukir, ilmu yang nggak pernah didapatkannya di bangku sekolah. Dia menyambangi para pengukir di Kudus dan Jepara, memperhatikan cara mereka bekerja, lalu mencoba menerapkannya sendiri.
Setelah merasa mahir, Chamdani mulai berpikir untuk menggunakan bahan yang lebih menantang dan membuat karya yang lebih besar. Pilihannya pun jatuh pada akar kayu.
Jelajah Negeri demi Akar Kayu Jati

Akar kayu yang dipilih Chamdani juga sangatlah spesifik, yakni akar pohon jati yang telah berusia puluhan tahun lamanya. Untuk mendapatkan bahan yang diinginkan, dia nggak segan menjelajah Nusantara.
“Akar kayu (yang dipakai) harus sudah tua, minimal 70 tahun. Bahkan, ada (akar kayu) yang sudah menjadi fosil,” ujarnya.
Dengan bahan-bahan langka tersebut, Chamdani mulai menciptakan berbagai mahakarya, termasuk ukiran miniatur proses pembangunan Tembok Besar Tiongkok dengan detail luar biasa dan Relief Kerajaan Majapahit yang lengkap dengan aktivitas perdagangan, suasana pasar, hingga para pasukan yang tengah berlatih.
"Saya juga membuat berbagai patung dan relief yang merepresentasikan budaya dari berbagai peradaban dunia, misalnya kursi kaisar Tiongkok, patung dewa-dewa, dan cerita pertempuran epik," jelasnya.
Harus Beda, Harus Langka

Dalam membuat karya seni, Chamdani memang nggak pengin setengah-setengah, termasuk ketika memutuskan untuk memulai proyek istimewa Relief Nusantara. Dia memperkirakan, proyek ini baru akan selesai dan bisa dinikmati kemolekannya setelah delapan hingga sepuluh tahun mendatang.
“Saya kalau berkarya tidak mau membuat yang sama dengan orang lain. Harus beda. Harus langka!” tegasnya.
Kegigihan Chamdani kini telah membawa namanya dikenal luas sebagai seniman yang karya-karyanya bukan sekadar pajangan, tapi juga medium untuk bercerita, mengabadikan sejarah, sekaligus mengenalkan budaya Nusantara kepada dunia.
Kini, melalui Relief Nusantara yang baru separuh jadi, dia mengukir tiap lekuk akar kayu jati menjadi narasi-narasi berharga yang terpatri dengan detail, berisikan pernak-pernik ikonik di tiap jengkal negeri ini, yang mungkin nantinya akan menjadi warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Terima kasih, Chamdani. Semoga karyamu abadi! (Imam Khanafi/E03)