Inibaru.id – Kasus suap yang menjerat Rektor Unila Prof Karomani berbuntut panjang. Salah satunya muncul usualan agar jalur mandiri masuk PTN ditiadakan. Hal itulah yang menjadi harapan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
“Permasalahan di jalur mandiri adalah adanya uang dengan jumlah lebih besar yang harus dibayarkan calon mahasiswa yang diterima lewat jalur tersebut. Saya setuju harus dihapuskan jalur mandiri. Saya kira, paling pas penerimaan mahasiswa baru itu satu jalur, artinya jalur penuh. Nggak perlu lagi jalur mandiri,” ucap Koordinator MAKI Boyamin Salman, Senin (22/8/2022).
Usulan senada juga datang dari Komisi X DPR RI. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf, dalam ujian masuk mandiri rentan terjadi lobi-lobi bawah tangan.
"Baiknya memang jalur mandiri di PTN itu dihapus saja. Diganti dengan tes seleksi resmi, gelombang 1, 2, dan 3. Dengan biaya semester progresif, jadi jelas dan terukur," terangnya.
Mendengar tuntutan tersebut, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengaku sudah menampung masukan ini. Kini, pihaknya masih melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan jalur mandiri PTN di lapangan.
“Saat ini kami masih memonitor situasinya, ya. Kami dengarkan dulu pendapatnya,” ujar Nadiem, Selasa (23/8/2022).
Unnes dan UGM Nggak Setuju
Sebagai instansi pendidikan negeri yang selalu menyelenggarakan ujian mandiri setiap tahun untuk penerimaan mahasiswa, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia angkat bicara.
Menurutnya penyelenggarakan seleksi mandiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri.
Selain itu, seleksi mandiri memberikan dampak positif bagi kampus. Bagi PTN yang baru berdiri seleksi mandiri bisa jadi solusi pendanaan PTN tanpa harus membebani APBN.
“Seleksi mandiri ini mungkin kalau di universitas besar ditutup ya nggak masalah. Tapi untuk PTN kecil dan baru berdiri dengan pendaftar terbatas, itu sangat bermanfaat,” kata Ova, Rabu (24/8).
Ungkapan keberatan soal peniadaan penerimaan mahasiswa jalur seleksi mandiri juga diungkapkan Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman.
“Prinsipnya, PTN mengikuti kebijakan Menteri. Namun, berdasarkan pengalaman, UM (Ujian Mandiri) tampaknya masih diperlukan,” ucapnya, Rabu (24/8).
Dia pun menceritakan tentang pengelolaan UM di kampusnya dalam 10 tahun terakhir. Memang, dari laman resmi Unnes, tertulis jelas besaran SPI yang bisa dibagi-bagi menjadi per kategori dengan jumlah bervariasi dari Rp 5 juta sampai Rp 25 juta. Tapi, dia menyebut banyak manfaat yang bisa didapat dari penerapan UM ini.
“Kita nggak memungut biaya misalnya untuk yang yatim piatu. Kita menolong, sosial responsibility,” ungkapnya.
Selain itu, berkat adanya UM ini, Unnes bisa menerima sejumlah calon mahasiswa yang berprestasi di luar sisi akademik seperti atlet atau penghafal Alquran.
Meski begitu, Fathur mengakui jika pengelolaan ujian jalur mandiri memang harus dievaluasi. Hal ini sudah sesuai dengan rekomendasi Forum Rektor Indonesia yang nggak pengin UM dijadikan lahan bagi sejumlah oknum untuk melakukan tindakan korupsi.
Ya, kita sebagai anak muda, melihat terungkapnya kasus suap di lingkungan universitas negeri membuat kita prihatin, ya? Seharusnya kampus jadi tempat belajar mahasiswa yang haus ilmu, bukannya tempat jual beli kursi untuk menuntut ilmu. (Det/IB09/E10)