Inibaru.id - Belakangan ini, timeline media sosial penuh dengan ajakan “patungan beli hutan”. Sejumlah warganet, termasuk para konten kreator seperti Pandawara Group, ramai mendorong ide membeli hutan demi menjaga ekosistem dari kerusakan yang lebih parah. Kedengarannya keren dan heroik, ya. Tapi muncul satu pertanyaan besar: memangnya secara hukum, boleh beli hutan di Indonesia?
Ternyata, jawabannya nggak sesederhana “boleh” atau “nggak boleh”. Ada banyak aturan yang perlu dipahami dulu biar nggak salah langkah.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Hatma Suryatmojo, menyambut baik gerakan ini. Menurutnya, partisipasi publik buat melestarikan hutan adalah sinyal positif bahwa kesadaran lingkungan mulai hidup lagi. Tapi, kalau mau serius merealisasikan ide itu, caranya harus lewat jalur resmi.
Caranya begini. Masyarakat perlu membentuk lembaga berbadan hukum terlebih dahulu, lalu mengajukan permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Melalui jalur ini, publik bisa mendapatkan izin konsesi Restorasi Ekosistem pada kawasan hutan negara.
Kalau hutan yang ingin dikelola ternyata berada di areal penggunaan lain (APL) dan bukan kawasan hutan negara, pengajuannya bisa lewat pemerintah daerah. Intinya, pemanfaatannya memungkinkan selama mengikuti ketentuan dan datang atas nama lembaga formal, bukan individu.
Hatma juga mengingatkan, pemerintah sebenarnya sudah menyediakan skema Perhutanan Sosial seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Kemitraan Kehutanan, hingga Hutan Adat, yang bertujuan melibatkan masyarakat dalam menjaga hutan. Skema ini juga bisa dipakai warga yang pengin menjaga alam.
Dari sisi hukum tata negara, penjelasannya semakin menarik. Menurut pakar hukum UNC Sunny Ummul Firdaus, “membeli hutan” sebenarnya bukan istilah resmi. Yang boleh dibeli adalah tanah hak yang kebetulan berhutan, misalnya Hutan Hak atau tanah bersertifikat di luar kawasan hutan negara. Jadi, kalau ada tanah pribadi yang ditumbuhi vegetasi hutan, itu sah-sah saja dibeli.
“Istilahnya memang membeli tanah hak yang berhutan, bukannya membeli hutan,” ucapnya sebagaimana dinukil dari Kompas, Senin (8/12/2025).
Sayangnya, hal ini berarti kita nggak bisa membeli kawasan hutan negara, termasuk hutan lindung, konservasi, atau hutan produksi. Ini karena hukum Indonesia tidak memperbolehkan negara menjual kawasan hutan.
Jadi, kalau ada yang bilang “beli hutan negara”, itu sudah pasti salah kaprah. Yang benar adalah mendapatkan izin kelola, izin perhutanan sosial, atau bentuk kemitraan lainnya.
Lalu, bagaimana dengan gerakan patungan beli hutan? Secara prinsip, hal itu konstitusional selama tujuannya untuk melindungi lingkungan dan dilakukan lewat mekanisme yang sah. Hanya saja, teknisnya memang perlu dirumuskan dengan jelas seperti bentuk lembaganya apa, izin apa yang dipakai, dan di mana lokasi hutannya.
Jadi, boleh nggak sih beli hutan? Boleh tapi yang dibeli bukan hutan negara, ya. Yang bisa dibeli adalah tanah hak yang berhutan, sementara kawasan hutan negara hanya bisa dikelola lewat izin. Yang penting, gerakannya jelas, legal, dan tetap berorientasi menjaga bumi. (Arie Widodo/E07)
