Inibaru.id - Bagi banyak penyintas kanker, rasa cemas sering kali jadi “penyakit kedua” yang diam-diam ikut tumbuh di tengah perjuangan mereka. Karena itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan bahwa permasalahan nonklinis seperti tekanan psikologis harus ditangani bersama, bukan hanya oleh pasien dan komunitas, tapi juga oleh seluruh pemangku kepentingan.
Hal tersebut disampaikan Lestari saat menghadiri Seminar Kanker Payudara bertema Melepas Cemas, Menyambut Harapan: Strategi Mental bagi Penyintas Kanker Payudara di Universitas Muria Kudus, Kabupaten Kudus, Minggu (19/10).
Dalam acara itu hadir berbagai tokoh, di antaranya Rektor UMK Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si, anggota DPRD Jateng H. Akhwan, S.H., anggota DPRD Kudus H. Mukhtamat, M.H., Kepala Dinas Kesehatan Kudus dr. Mustiko Wibowo, psikolog klinis Kuriake Kharismawan, S.Psi., M.Psi., serta penyintas kanker dan pendiri Miraculous Hypno Cancer Cahyaning Puji Astuti.
Sebagai penyintas kanker payudara sendiri, Lestari yang akrab disapa Rerie, memahami betul betapa beratnya beban mental yang harus dihadapi pasien selama menjalani pengobatan.
“Kami, para penyintas, sedang berjuang menyusun rencana kerja nasional untuk mengatasi permasalahan nonklinis, terutama persoalan psikologis yang sering muncul dalam proses pengobatan kanker,” ujar Rerie.
Menurutnya, dukungan psikologis harus menjadi bagian penting dalam pengobatan kanker. Sebab, kecemasan yang terus-menerus justru bisa memperparah kondisi pasien dan memperlambat proses penyembuhan.
“Banyak pasien yang merasa takut, stres, atau kehilangan harapan. Padahal kualitas hidup yang baik selama pengobatan sangat berpengaruh terhadap peluang sembuh,” tambahnya.
Sebagai anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah, Rerie mendorong agar pendampingan psikologis dan perawatan paliatif masuk ke dalam agenda prioritas layanan kesehatan. Dia juga mengajak masyarakat untuk lebih sadar pentingnya deteksi dini kanker sebagai langkah pencegahan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap kolaborasi antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan komunitas penyintas bisa memperkuat dukungan bagi pasien kanker di Indonesia.
“Perjuangan melawan kanker tidak hanya soal fisik. Mental yang kuat, dukungan sosial, dan semangat hidup adalah bagian dari terapi yang tak kalah penting,” tegasnya.
Kini, saatnya semua pihak turut bergerak. Karena harapan bagi para penyintas kanker nggak hanya datang dari obat dan dokter, tapi juga dari empati, dukungan, dan semangat untuk saling menguatkan. Kamu ikutan juga kan, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)
