Inibaru.id – Pernahkah kamu mendengar sebutan Daerah Istimewa Surakarta? Kebanyakan orang nggak pernah mendengarnya karena embel-embel daerah istimewa kadung melekat pada Yogyakarta. Tapi, kalau dicermati, secara sejarah Surakarta dan Yogyakarta memiliki keterikatan dengan Kerajaan Mataram. Lantas, mengapa nggak ada Daerah Istimewa Surakarta?
Menurut Sejarawan Profesor Dr Djoko Suryo, ternyata di awal-awal kemerdekaan Indonesia, Daerah Istimewa Surakarta pernah ada, tepatnya pada September hingga Oktober 1945. Pada 1 September 1945, Pakubuwono XII mengeluarkan maklumat yang memastikan Negeri Surakarta Hadiningrat bersifat kerajaan sehingga dianggap sebagai daerah istimewa.
Sayangnya, pada Oktober 1945 sampai Maret 1946, muncul gerakan revolusi anti-feodalisme di pesisir utara Jawa Tengah, Sumatera Utara, serta di Surakarta. Gerakan ini menculik sekaligus membunuh Pepatih Dalem Kasunanan KRMH Sosrodinigrat.
Pepatih Dalem yang baru, KRMT Yudonagoro ternyata juga kemudian mengalami hal yang sama. Surakarta pun jadi kacau akibat banyaknya penculikan dan tindakan kekerasan lainnya terhadap para petinggi Kasunanan tersebut.
Saat itu, Yogyakarta adalah Ibu Kota dari Indonesia. Melihat status daerah istimewa justru memicu kekacauan di Surakarta, pemerintah akhirnya mengubah statusnya menjadi Daerah Pemerintahan Residensi dengan tujuan bisa dikendalikan kondisinya. Sejak saat itulah muncul Karesidenan Surakarta yang dipimpin oleh Residen, bukan lagi dari orang-orang Keraton.
Hal yang berbeda terjadi di Yogyakarta, nggak ada gerakan anti feodalisme atau kecurigaan terhadap Sultan dan Paku Alam sehingga wilayahnya cenderung kondusif. Sangat kontras dengan kondisi di Kasunanan Surakarta yang terjadi perpecahan. Hal inilah yang kemudian membuat status Daerah Istimewa Yogyakarta tetap bertahan hingga sekarang.
Lantas, apakah mungkin Surakarta kembali menyandang status daerah istimewa lag? Prof Djoko menyebut hal ini nggak mudah untuk diwujudkan meski sejak awal berdirinya Indonesia, Kasunanan Surakarta jelas-jelas mendukung dan masuk dalam wilayah NKRI.
“Ada hambatan untuk mendukung gagasannya. Jadi nggak mudah,” terang Prof Djoko, Rabu (15/12/2020).
Kalau menurut kamu, Millens, kalau menilik kultur dan budayanya yang sangat kental, apakah status Daerah Istimewa Surakarta sebaiknya memang ditetapkan lagi atau dibiarkan saja seperti yang sekarang berlaku, nih? (Det/IB09/E05)