Inibaru.id – Nama Haji Mas Ashadi atau HM Ashadi mungkin kalah kondang dibanding Nitisemito, tapi perannya dalam sejarah industri kretek nggak bisa dipandang sebelah mata. Di Kudus, lelaki yang tutup usia pada 1952 ini juga turut mengiringi perjalalanan rokok khas Indonesia tersebut.
Terlahir dengan nama Moersodo yang berarti "tercerahkan" pada 1894, dia mengganti namanya menjadi Ashadi setelah menunaikan ibadah haji pada 1913. Perjalanan hidupnya penuh liku sebagaimana pertumbuhan industri kretek di Tanah Air yang juga setali tiga uang.
Ashadi mulai dikenal sebagai pengusaha setelah mendirikan pabrik rokok Cap Terong pada 1916, yang kemudian berganti nama menjadi Cap Delima. Dari skala kecil, pabriknya terus berkembang hingga mampu mempekerjakan sekitar 4.000 buruh untuk memproduksi 4 juta batang rokok klobot per hari.
"Pada masa puncak kejayaan, rokok Delima dipasarkan hingga berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Semarang, Banyuwangi, Jakarta, hingga Lampung," tutur Yusak Maulana, salah seorang keturnan HM Ashadi yang ditemui Inibaru.id di salah satu bangunan kepunyaan HM Ashadi, belum lama ini.
Bangunan Megah di Pusat Kota
Yusak, begitu dia biasa disapa, kemudian bercerita tentang bangunan megah seluas kurang lebih 2.000 meter persegi yang berada di bilangan Demangan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus ini. Berdasarkan penuturannya, di sinilah Ashadi tinggal serta mendirikan Pabrik Rokok (PR) Delima.
"Bangunan ini adalah salah satu bagian penting dari sejarah industri rokok di Kudus," terangnya sembari menunjuk sejumlah bangunan tua yang tampak masih berdiri kokoh di dekatnya. "Kantor ini selesai dibangun pada 1931, bertepatan dengan kelahiran H Foead Ashadi, salah satu putra HM Ashadi."
Pembangunan kantor tersebut, dia melanjutkan, nggak dibuat sekaligus; bertahap, sejalan dengan pembelian lahan yang juga dilakukan dalam beberapa fase. Dari segi bentuk bangunan, desainnya klasik menyesuaikan arsitektur yang berkembang kala itu.
"Kantor ini nggak hanya jadi saksi bisu perjalanan industri rokok di Kudus, tapi juga lekat dengan kehidupan pribadi HM Ashadi," akunya.
Kompleks Kantor dan Rumah
Salah satu detail menarik saat memasuki bekas kantor HM Ashadi ini terdapat pada tulisan "Selamet Masoek" yang terpampang elegan di kaca jendela bersama logo HMA (Haji Mas Ashadi). Pintu masuk kantornya terdiri atas dua daun, luar dan dalam.
“Kantor ini memiliki dua susun daun pintu; bagian luar tanpa kaca, lalu ada grafir buatan tangan berupa logo "Tjap Delima" yang dikerjakan sendiri oleh HM Ashadi," jelas Yusak. "Kesannya personal, karena digunakan untuk berbagai kegiatan penting keluarga juga."
Menurut Yusak, di tempat tersebut HM Ashadi biasa menerima tamu dan relasi bisnis, yang dijamu dalam suasana hangat dan kekeluargaan. Lebih dari itu, ruangan ini juga menjadi menyimpan momen penting keluarganya, termasuk saat beberapa buah hatinya melangsungkan pernikahan di tempat ini.
"Hampir seluruh kehidupan pribadi HM Ashadi dan keluarganya terpatri di tempat ini. Jadi, tempat ini lebih besar maknanya dari sekadar kantor, karena di sinilah beliau menyimpan kenangan," sahutnya.
Menikahi Master Saus
Dari awal merintis usaha, Yusak mengenang, HM Ashadi selalu ditemani Mas’amah, sang istri yang lekat dengan satu wejangan sederhana untuk selalu rukun dan berdoa. Nilai inilah yang kemudian dijunjung tinggi oleh anak cucunya.
"Sing do rukun, do dedonga (selalu rukun dan senantiasa berdoa) menjadi nilai yang terus diwariskan di keluarga kami." kenangnya.
Lebih dari itu, sosok penting yang juga menemani perkembangan PR Delima adalah Fatimah, gadis keturunan Belanda asal Temanggung yang kemudian menjadi istri kedua HM Ashadi. Perempuan yang juga dikenal sebagai Mak Fat ini adalah peracik saus aroma tembakau yang mahir.
"Beliau dijuluki 'Master Saus'. Kesuksesan rokok Delima salah satunya berasal dari keahlian Mak Fat meracik aroma rokok Delima yang khas," tukasnya. "Biang saus disimpan di Gudang Murni, bangunan yang kini menjadi bagian dari Pondok Ma'had Muallimat setelah beralih kepemilikan pada 2011."
HM Ashadi meninggal secara tiba-tiba pada 1952. Namun, hingga kini, fotonya masih terpajang di rumah keluarga besar mereka, menjadi pengingat bahwa kemasyhuran Kudus sebagai Kota Kretek juga nggak lepas dari usahanya mendirikan PR Delima. (Imam Khanafi/E03)