Inibaru.id - Keraton Solo melaksanakan upacara Adang Tahun Dal dengan khidmat diikuti oleh pejabat provinsi dan kota, kerabat keraton, dan masyarakat sekitar.
Dilansir dari Antaranews (4/12/2017), Minggu malam, upacara Adang Tahun Dal acara dimulai pada pukul 20.30 WIB bersamaan dengan Paku Buwono XIII keluar menuju Pawon Gondorasan di Komplek Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Kelurahan Baluwarti, Solo.
Rangkaian upacara ini diawali dengan penjamasan dhandhang pusaka Kyai Duda yang sudah dilaksanakan sehari sebelumnya di lokasi yang sama. Selanjutnya menanak nasi dilakukan sendiri oleh Sinuhun PB XIII.
Terkait prosesi acara tersebut, Pengageng Parentah Karaton GPH Dipokusumo mengatakan perlengkapan menanak nasi menggunakan peralatan dari Delanggu dan Lumbung Selayur. Sedangkan air yang digunakan untuk memasak berasal dari mata air Pengging, Mungup, Cokrotulung, Bonowelang, dan Sumur Jolotundo.
Adapun penutup dhandhang atau kekeb terbuat dari gerabah yang tanahnya berasal dari Bayat, Kabupaten Klaten dan Selo, Kabupaten Grobogan. Peralatan tersebut dibuat khusus untuk sekali pakai.
Baca juga:
Berebut Berkah dalam Kirab Ancak Agung
Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Nusantara (1): Dari Talam Buah, Pohon Uang, dan Rebutan Julung-Julung
Sedangkan api yang digunakan untuk memasak nasi di tungku berasal dari api abadi yang ada di Makam Kyai Ageng Selo di Grobogan.
Dari pantauan, selama upacara menanak nasi berlangsung, abdi dalem tidak henti-henti membaca zikir dan salawat selama satu malam. Ketika nasi sudah matang maka akan dilaksanakan "pisowanan" atau menghadap Raja di Kajogan Ndalem Ageng pada hari Senin (4/11) pada pukul 10.00 WIB.
"Dalam pisowanan ini Sinuhun XIII membagikan nasi yang telah dimasak semalam kepada kerabat dan abdi dalem," katanya.
Mengenai upacara, Dipo mengatakan acara tersebut merupakan simbol kebersamaan dan persatuan antara raja dan masyarakat.
"Selain itu, momen ini juga sangat ditunggu oleh para abdi dalem karena dapat melihat langsung dhandang Kyai Duda peninggalan Dewi Nawangwulan," katanya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan kisah yang beredar di masyarakat, Dewi Nawangwulan adalah seorang bidadari yang dicuri selendangnya oleh Jaka Tarub pada saat Dewi Nawangwulan sedang mandi hingga akhirnya membuat dia tidak bisa kembali ke kahyangan.
Baca juga:
Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Nusantara (2): Cuci Pusaka, Kirab Ampyang, dan Rebutan di Pohon Keres
Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Nusantara (3): Panjang Jimat dan Grebeg Mulud
Selanjutnya, Dewi Nawangwulan yang hidup di bumi diperistri oleh Jaka Tarub. Pada ceritanya, Dewi yang memiliki kesaktian dapat membuat satu butir beras dimasak menjadi satu dhandhang penuh nasi.
"Dhandhang inilah yang sampai sekarang disimpan di keraton dengan nama Dhandhang Kyai Duda," katanya.
Untuk diketahui, beberapa pejabat yang hadir dalam upacara tersebut di antaranya Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono, Pangdam IV Diponegoro Mayjen Tatang Sulaiman, Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko, Sekda Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono, dan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. (EBC/SA)