BerandaTradisinesia
Rabu, 30 Jul 2025 09:01

Meriahnya Tradisi Manten Pari di Wonosobo

Penulis:

Meriahnya Tradisi Manten Pari di WonosoboArie Widodo
Meriahnya Tradisi Manten Pari di Wonosobo

Dua boneka dari jerami yang dihadirkan dalam tradisi manten pari di Wonosobo. (Tribunnews/Imah Masitoh)

Pada Minggu (27/7/2025) lalu, tradisi Manten Pari digelar di Wonosobo jelang musim panen padi. Seperti apa ya keseruan dari tradisi yang digelar untuk "menyambut" Dewi Sri ini?

Inibaru.id - Di tengah hamparan sawah Desa Selokromo, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, sebuah prosesi unik digelar penuh khidmat. Namanya tradisi Manten Pari, atau yang secara harfiah berarti “Pengantin Padi.” Tradisi ini bukan sekadar seremoni adat, melainkan wujud rasa syukur petani kepada alam, khususnya kepada Dewi Sri, sosok yang diyakini sebagai dewi kesuburan dan penjaga hasil bumi.

Pada Minggu (27/07/2025), suasana desa begitu semarak. Warga lintas usia berkumpul, mengenakan pakaian adat, membawa sesaji, dan menyaksikan jalannya ritual yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Di antara tanaman padi yang mulai menguning dan siap dipanen, tokoh adat membacakan doa dalam Bahasa Jawa.

Dupa dibakar dan menghasilkan aroma khas yang menyatu dengan tanah basah dan angin pegunungan. Di pojok sawah, dua boneka jerami yang terdiri atas boneka laki-laki dan perempuan sudah disiapkan. Keduanya adalah wujud “pengantin” yang akan diarak dari sawah ke rumah, menjadi simbol bahwa padi telah dipanen dan ‘diselamatkan’ dari ladang untuk diberkahi sebelum dijual atau disimpan.

Sucipto, tokoh adat Selokromo, menyebut tradisi Manten Pari sebagai bentuk penghormatan terhadap siklus hidup.

"Satu boneka laki-laki disebut bapak tani, yang perempuan biyung tani, keduanya adalah pengantinnya. Dengan mengarak boneka pengantin ini, kita menyambut Dewi Sri, membawanya pulang dengan doa dan harapan," ujarnya sebagaimana dilansir dari Tribunnews, Minggu (27/7).

Warga mengarak manten pari dari area sawah ke kawasan permukiman. (KKN 18 Untidar/Septiawan Puji Trianto)
Warga mengarak manten pari dari area sawah ke kawasan permukiman. (KKN 18 Untidar/Septiawan Puji Trianto)

Tradisi ini juga kental dengan filosofi. Sesaji seperti godong tawa melambangkan proses penawaran hasil panen kepada pembeli, ngilo (timbangan) sebagai niat menjual, dan jungkat (sisir) yang mengajarkan pentingnya menyisihkan sebagian hasil untuk kebutuhan pribadi. Sementara itu, kembang dewuran menjadi simbol harapan agar panen bisa dijual dengan harga yang baik.

Bahkan minuman yang disajikan dalam tradisi ini pun nggak boleh sembarangan. Wedang teh mewakili ketelatenan, wedang bening melambangkan ketulusan hati, dan kopi menunjukkan pentingnya berpikir jernih dalam mengambil keputusan soal hasil panen.

Lebih dari sekadar ritual, tradisi Manten Pari juga menjadi panggung kebudayaan. Pada gelaran kali ini, acara dilengkapi dengan pertunjukan seni seperti Tari Lengger, Jaranan, Silat, hingga musik Daeng. Semua elemen ini menyatu, menjadikan Manten Pari sebagai ruang hidup yang menghubungkan budaya, spiritualitas, dan kebersamaan antarwarga.

Sayang, nggak semua warga kini rutin ambil bagian dalam tradisi ini. Beberapa mulai meninggalkan, meski sebagian masih setia. Tapi, Sucipto percaya, selama masih ada yang menjaga, Manten Pari akan terus membawa berkah. “Saya pribadi merasa dengan rutin menggelarnya, sawah saya lebih terjaga dari hama, hasilnya pun lebih baik. Tapi ya kembali ke kepercayaan masing-masing,” tandasnya.

Manten Pari adalah pengingat, bahwa di balik sebutir nasi yang kita makan, ada doa dan cinta yang ditanam dengan penuh harapan oleh para petani. Setuju, Gez! (Arie Widodo/E07)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved