Inibaru.id – Masyarakat Semarang pasti sudah nggak asing dengan yang namanya gilo-gilo. Gilo-gilo merupakan sebutan bagi penjual aneka penganan dengan gerobak yang biasa mangkal di dekat kantor ataupun di daerah perkampungan yang ramai dengan aktivitas warga.
Dilansir dari Kisah Semarangan (09/06/16), penamaan gilo-gilo berasal dari kata “iki lho-iki lho” yang bertransformasi menjadi “gi lho”. Kata ini terucap karena sang penjual berusaha untuk menjelaskan atau menunjuk makanan yang dicari oleh pembeli.
Penjual Gilo-Gilo
Nggak ada yang tahu persis kapan penjual gilo-gilo ini mulai hadir di Semarang. Yang pasti, pada 1980-an, Kampung Kulitan mulai dipadati oleh penjual gilo-gilo. Kebanyakan dari mereka berasal dari Klaten dan Sukoharjo.
Gilo-gilo biasanya dijajakan dengan gerobak dorong roda dua. Pada bagian atas gerobak, terdapat plastik warna bening sebagai penutup. Karena transparan, pembeli bisa dengan mudah melihat jajanan apa saja yang masih tersedia.
Makanan yang dijual beraneka ragam seperti nanas, pepaya, bengkoang, melon, semangka, pisang goreng, jadah goreng, bakwan, martabak, onde-onde, bolang-baling, tahu goreng, satai usus, satai kerang, kerupuk, hingga nasi kucing. Harganya cukup murah dan bervariasi dari Rp1.000 sampai Rp3.000 saja.
Pondok Boro Penjual Gilo-Gilo
Dijelaskan dalam PingPoint (12/01/22), awalnya, para penjual gilo-gilo ini tinggal di pondok boro milik salah satu jutawan di Kota Semarang pada era 1990-an. Pondok ini memang diperuntukkan bagi para perantau yang kesulitan membayar sewa tempat tinggal. Di sini, mereka bisa mendapatkan tempat tinggal seadanya laiknya barak tanpa bilik penyekat.
Nah, dekat dari tempat para perantau itu tinggal, terdapat cukup banyak ibu rumah tangga yang menjual pelbagai macam camilan. Ibu-ibu inilah yang jadi pemasok camilan ke penjual gilo-gilo.
Kampung yang Dihuni Jutawan
Omong-omong, Kampung Kulitan Semarang dahulu dihuni oleh salah satu jutawan yang masa hidupnya berdampingan dengan Raja Gula Oei Tiong Ham, yaitu Tasripin. Tasripin sering dijuluki tuan tanah Semarang karena banyaknya tanah yang dia punya di Kota Atlas. Selain itu, banyak bisnisnya yang sukses besar. Saking populernya nama Tasripin, namanya sampai jadi nama masjid di kampung tersebut.
Menarik juga ya, Millens cerita tentang kampung penjual gilo-gilo di Kota Semarang ini. (Kharisma Ghana Tawakal/E07)