Inibaru.id – Nama Rakai Pikatan pasti sering kamu baca di buku-buku pelajaran di sekolah. Maklum, tatkala Raja Medang (Mataram Kuno) ketujuh ini memerintah dari tahun 847 sampai 855, cukup banyak candi atau peninggalan bersejarah lainnya yang dibangun. Bahkan, pada masanya pula, upaya penyatuan dua wangsa yang sedang berseteru sampai dilakukan.
Jika kita merujuk pada Prasasti Wantil atau Prasasti Siwargha yang dibuat pada 856, terungkap bahwa Rakai Pikatan memerintahkan pembangunan Istana Mamratipura. Dibangun pula Candi Siwa yang merupakan candi utama dari kompleks Candi Prambanan, Millens.
Namun, kisah kehidupannya yang paling menarik bisa jadi diwakilkan oleh keberadaan Candi Plaosan. Kabarnya, candi ini dibangun Rakai Pikatan yang beragama Hindu sebagai bukti cinta bagi permaisurinya, Pramodhawardhani, putri dari Samaratungga yang beragama Buddha Mahayana.
Nggak hanya memiliki agama yang berbeda, Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani juga berasal dari wangsa yang berbeda dan saling bersaing. Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya sementara Pramodhawardhani berasal dari Wangsa Syailendra.
Kalau kita menilik sejarah, bisa dikatakan kekuasaan Wangsa Sanjaya di Kerajaan Medang tumbang di tangan Wangsa Syailendra. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Kalasan yang dibuat pada 778. Saat itu, Raja Syailendra memerintahkan Rakai Panangkaran, raja terakhir Medang dari Wangsa Sanjaya mendirikan Candi Kalasan. Perintah ini menjadi bukti kekalahan Wangsa Sanjaya.
Yang menarik, pada 840-an, Pramodhawardhani yang notabenenya adalah putri mahkota dari Samaratungga justru menikahi keturunan Sanjaya, Rakai Pikatan. Saat Rakai Pikatan kemudian menjadi pewaris takhta sang mertua, sebenarnya dia sudah mengembalikan Wangsa Sanjaya ke tampuk kekuasan Medang. Tapi, dia sama sekali nggak memilih untuk menyingkirkan Wangsa Syailendra.
Oleh karena itulah, selain mendirikan Candi Siwa yang bercorak Hindu sebagaimana agama yang dia anut, Rakai Pikatan juga membangun Candi Plaosan yang bercorak Buddha. Dia pengin menunjukkan bahwa kedua agama ini diakui dan dihormati di bawah kekuasaannya. Dia juga memastikan bahwa kehormatan keluarga permaisurinya tetap terjaga.
Rakai Pikatan turun takhta pada 855 dan digantikan oleh putra bungsunya Rakai Kayuwangi. Kerajaan Medang pun tetap berjaya hingga akhirnya dipindahkan Mpu Sindok ke Jawa Timur karena faktor bencana alam pada abad ke-10.
Satu hal pasti, di masa kepemimpinannya yang tergolong singkat, Rakai Pikatan memberikan peninggalan yang luar biasa, termasuk cerita tentang bersatunya dua wangsa yang sebelumnya selalu bersaing untuk menjadi penguasa. (Arie Widodo/E05)