Inibaru.id – Menikah merupakan penyatuan laki-laki dan perempuan menjadi sepasang suami-istri. Dalam pernikahan ternyata ada hal penting yang menjadi syarat utuhnya sebuah pernikahan yaitu saling mencintai dan saling setia terhadap pasangannya.
Uniknya, cerita bertemakan kesetiaan cinta sudah ada sejak zaman dahulu dan terpahat di relief bangunan candi lo, Millens. Misalnya kisah tentang Panji yang populer di Jawa hingga Bali. Tema yang digemari dalam cerita Panji adalah percintaan Panji, putra mahkota Kerajaan Koripan dengan putri Daha.
Cerita ini mengisahkan kesetiaan seorang perempuan meskipun suaminya beristri banyak yang dipahatkan di batur pendapa Candi Panataran.
Lantas, bagaimana ya orang Jawa Kuno menikah? Yuk Simak!
Tata cara perkawinan Panji Wireswara dan Putri mahkota Daha pada masa Jawa Kuno bisa didapatkan dari kitab Wangbang Wideya. Pernikahan di Daha diselenggarakan di Balairung.
Dalam pesta perkawinan itu, para tamu undangan memberikan sembah penghormatan kepada kedua mempelai, di sana beragam penganan disajikan untuk para tamu. Di dalam kakawin itu, dikisahkan tujuh orang paratanda bergegas mengelilingi mempelai secara bergantian dengan diiringi bunyi padahi dan sorak-sorai para hadirin.
Dalam Wangbang Wideya dikisahkan waktu pernikahan Panji Wireswara, para Brahmana terkemuka dan para punjangga menyanyikan himne-himne pujian. Pemberkatan nikah dilakukan oleh Mpu Brahmaraja dengan iringan gong, tatabuhan, genta-genta, peret, dan sangkha.
Ternyata lantunan himne pujian dengan iringan padahi dan curing pada perkawinan juga dijumpai dalam Kitab Sumanasantaka.
Kitab Sumansantaka sebuah karya sastra Jawa Kuno ini mengisahkan tentang pernikahan Pangeran Aja dan Putri Indumati. Menurut kisah tersebut, setelah memenangkan swayembara untuk memikat hati Putri Indumati, mereka meninggalkan tempat swayembara dengan menaiki tandu. Setelahnya, mereka berjalan didampingi para abdi dan diiringi gemuruh genderang di depan hingga di patawuran, tempat di mana ritual tawur akan dilakukan.
Kedua mempelai mengenakan busana pengantin yang berkilau, kemudian memasuki sebuah kuil untuk memberikan persembahan kayu bakar kepada Dewa Agni dengan berjalan mengelilingi Betara Agni.
Oya, setelah melakukan persembahan mereka akan menuju balai paprasan untuk melakukan ritual pras. Pasangan pengantin akan duduk berdampingan dan mendapatkan penghormatan dari semua orang dan ditemani pementasan widu, tangkil hyang dan pirus tampil, dan wayang yong.
Wih, ternyata pernikahan pada masa Jawa Kuno sama meriahnya dengan pernikahan masa kini ya, Millens? (His, Wars/IB32/E05)