Inibaru.id – Jika membicarakan tentang Jepara, biasanya nggak akan jauh-jauh dari seni ukir kayu dan kisah kepahlawanan Raden Ajeng Kartini. Tapi, kamu tahu nggak sih seperti apa sejarah dari kabupaten yang ada di ujung utara Pulau Jawa ini?
Nama Jepara berasal dari kata ujung para, ujung mara, dan jumpara. Ketiga kata ini berarti tempat bermukimnya orang-orang yang berniaga ke pelbagai daerah.
Ada cukup banyak bukti yang membuktikan kalau Jepara sudah eksis sejak ratusan tahun yang lalu. Contohlah, buku Sejarah Bar Dinasti Tang yang ditulis pada 674 Masehi mengungkap kisah seorang musafir bernama I-Tsing dari Tionghoa yang mengunjungi Tanah Jawa, tepatnya Keling, Jepara. Dia menemui Ratu Shima, seorang pemimpin kerajaan yang dikenal sangat tegas.
Bukti kedua ada pada buku Suma Oriental yang ditulis oleh Tome Pires. Pria asal Portugis ini menulis bahwa Jepara mulai dikenal pada abad ke-15 atau pada 1470 Masehi.
Jepara dan Kerajaan Demak
Awalnya, Jepara hanyalah sebuah wilayah yang dihuni sekitar 90 sampai 100 orang saja. Wilayah ini dipimpin oleh Aryo Timur dan masih di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Setelah Aryo Timur wafat, Pati Unus kemudian menggantikan kepemimpinannya.
Pati Unus yang wafat karena melawan Portugis akhirnya digantikan oleh Fatahillah pada 1521 sampai 1536. Setelah itu, kursi kepemimpinan beralih ke Sultan Trenggono, Sultan Hadirin, serta Ratu Kalinyamat.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara berkembang pesat sebagai bandar niaga utama di Jawa. Perdagangannya bahkan sudah mencapai level internsaional. Kala itu pula, Jepara jadi pangkalan angkatan laut yang dirintis bersama Kerajaan Demak.
Seni Ukir Jepara
Baca Juga:
Nasi Bogana, Makanan Favorit RA KartiniRatu Kalinyamat memiliki anak perempuan bernama Retno Kencono. Dialah yang berperan besar dalam perkembangan seni ukir di Jepara. Sayangnya, sepeninggal Ratu Kalinyamat, seni ukir di Jepara kembali stagnan.
Keberadaan Raden Ajeng Kartini kembali membuat seni ukir di sana bergairah. Kala itu, dia memanggil beberapa pengrajin seni ukir Desa Belakang Gunung untuk membuat karya yang kemudian dijual di Semarang dan Batavia.
Lambat laun, hasil seni ukir Jepara mulai dilirik oleh pemerintah Hindia Belanda. Kartini juga menjadikannya oleh-oleh yang dikirim ke sahabatnya di luar negeri. Sejak saat itulah, Jepara populer sebagai wilayah penghasil seni ukir berkualitas tinggi.
Sejarah Jepara dan seni ukirnya ternyata cukup panjang dan menarik, ya, Millens. (Kom, Sol, Jep/IB31/E07)