Inibaru.id – Seni adalah ekspresi jiwa, yang dalam setiap goresannya, seorang seniman menyimpan cerita yang unik. Hal inilah yang terasa kuat dalam Pameran Lukisan "Eksentrik" yang digelar di Hotel Front One HK Semarang mulai 22 Februari 2025 tersebut.
Berkolaborasi dengan ZC Multimedia, pameran yang akan berlangsung hingga 22 Mei itu menghadirkan karya-karya dari empat seniman dengan karakter dan gaya yang begitu khas.
Pameran ini diinisiasi salah satunya oleh Goenarso dan didukung tim kreatif, Arry ZC dan Aloisius Bayu. Baik Arry maupun Aloisius menegaskan bahwa kurasi yang ketat menjadi kunci dalam menampilkan nilai seni yang dapat dihargai oleh masyarakat luas.
Setiap karya dalam pameran ini memperlihatkan sisi eksentrik dari para senimannya di masa muda, bagaimana mereka mengeksplorasi identitas dan mengekspresikan perasaan melalui kanvas.
Goenarso menuturkan, pameran ini tidak hanya menjadi ruang apresiasi seni, tetapi juga wadah untuk berdiskusi dan menggali makna dari setiap karya.
Salah satu inisiatif menarik dalam pameran ini adalah program video profil seniman, yang bertujuan untuk membawa nama-nama seniman lokal ke tingkat nasional maupun internasional.
Menelusuri Karakter lewat Karya
Empat seniman yang karyanya dipamerkan memiliki pendekatan yang berbeda dalam berekspresi melalui seni. Achmad Basuki dengan gaya dekoratif ekspresionis menampilkan narasi emosional yang kuat dan eksplorasi tema sosial serta psikologis.
Salah satu karya yang memiliki makna personal mendalam baginya berjudul Hening, menggambarkan pencarian kedamaian dan perenungan pribadi dalam kesendirian.

Sementara itu, Asep Leoka menghadirkan kombinasi ekspresionisme abstrak dan realisme impresionistik dengan teknik layering yang kompleks, menciptakan kedalaman visual yang memikat.
Wibowo Sanjaya, yang berlatar belakang jurnalistik dan hukum, cenderung mengusung realisme natural dengan objek benda mati dan lanskap yang detail, memberikan kesan dramatis dan hidup.
Di sisi lain, Agus PE, dengan pendekatan psikologi dalam karyanya, mengeksplorasi potret manusia dengan ekspresi mata yang mencolok serta palet warna yang berani, mencerminkan kedalaman emosi dan simbolisme yang kuat.
Keempat seniman ini menghadirkan keanekaragaman perspektif dalam seni rupa Semarang.
Darma Lungit, seorang pelukis Semarang yang turut menghadiri pameran, mengapresiasi kekuatan karakter dalam setiap karya yang dipamerkan.
“Masing-masing pelukis punya gaya dan identitas yang kuat. Harapannya, pameran ini bisa jadi momentum untuk menjadikan Semarang sebagai sentra seni lukis ke depannya,” katanya.
Menghadirkan Dialog dan Inspirasi
Pameran "Eksentrik" bukan sekadar ajang memamerkan karya, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagi para penikmat seni. Achmad Basuki, salah seorang seniman yang turut berpameran, mengungkapkan bahwa karakter eksentrik seorang pelukis sering kali melekat dalam setiap goresan yang mereka ciptakan.
“Kalau kita melihat sebuah karya dan langsung teringat siapa pelukisnya, itu tanda bahwa seniman tersebut berhasil menghadirkan karakternya dalam setiap lukisan,” tuturnya.
Konsep "eksentrik" dalam pameran ini terinspirasi dari keunikan gaya dan karakter masing-masing seniman. Achmad Basuki menuturkan bahwa keeksentrikan bukan sekadar gaya visual, melainkan refleksi perjalanan pribadi, pengalaman emosional, dan cara seniman menuangkan identitas mereka ke dalam karya.
"Pameran ini mengajak pengunjung untuk tidak hanya menikmati lukisan secara estetis, tetapi juga memahami esensi dan jiwa di balik setiap goresan," jelasnya.

Dalam pidatonya saat peresmian, penulis pameran Mr Darrell John Kitchener, akademisi dan peneliti seni dari Tasmania, Australia, menyoroti perjalanan panjang seni lukis di Semarang, termasuk pengaruh seniman Tionghoa Indonesia seperti Lee Man Fong dan Oei Tiang Oen.
"Kesinambungan antara seniman muda dan para pendahulu penting dilakukan, agar seni terus berkembang dan menemukan bentuknya pada era modern," tegasnya.
Pameran ini pun menarik perhatian para kolektor seni dari berbagai daerah, memperlihatkan bahwa seni rupa masih memiliki daya tarik besar bagi masyarakat. Hotel Front One HK Semarang dan ZC Multimedia berencana menjadikan pameran ini sebagai agenda tahunan untuk menciptakan ekosistem seni yang lebih kuat di Semarang.
Bagi pencinta seni, ini adalah kesempatan langka untuk menikmati karya-karya luar biasa dari para seniman berbakat. Setiap sapuan kuas, setiap warna yang dipilih, bukan sekadar estetika, melainkan jendela menuju kepribadian dan perjalanan batin sang seniman.
Pameran "Eksentrik" mengajak kita menyelami makna di balik keindahan visual, menemukan kisah yang mungkin tak terucapkan, tetapi nyata terasa. (Ike Purwaningsih/E03)