Inibaru.id - Akhir-akhir ini warga Semarang dibuat resah karena di beberapa kawasan Kota Atlas sering terjadi tawuran antarremaja. Tawuran biasanya terjadi dini hari dengan menggunakan senjata tajam yang mematikan.
Setelah di Semarang Barat beberapa hari lalu, aksi tawuran kembali terjadi di wilayah Kecamatan Candisari, Minggu (16/6/2024). Nggak sekadar kenakalan remaja biasa, tawuran bahkan menyebabkan nyawa melayang, seperti halnya yang terjadi di Jalan Anjasmoro, Kelurahan Tawang Mas, Semarang Barat, pada Sabtu (15/5) sekitar pukul 03.00 WIB.
Korban meninggal diketahui bernama Rafly Tangkas Pratama, warga Jalan Hanoman, Krapyak, Semarang Barat. Korban bersimbah darah mengalami luka ditubuhnya, diantaranya kaki dan perut.
"Kami mendapat laporan, korban meninggal sudah berada di rumah sakit dr Kariadi. Ada luka di bawah perut," terang Kapolsek Semarang Barat, Kompol Andre Bachtiar.
Alasan Tawuran Relatif Sama
Jika kita amati, meski berbahaya, tawuran remaja merupakan fenomena yang sering terjadi di banyak wilayah, nggak hanya Semarang. Yang menjadi pemantik bentrokan terkadang merupakan sesuatu yang sepele.
Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengemukakan bahwa tawuran remaja semakin menjadi fenomena rutin dengan alasan relatif sama sejak dulu hingga sekarang.
"Semakin menjadi fenomena rutin dengan keparahan yang semakin mengerikan," katanya melalui wawancara tertulis, dikutip dari Antara (18/2/2024).
Menurut Vera, ada dua faktor yang menjadi alasan para remaja melakukan tawuran, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu fungsi otak yang belum optimal dari remaja membuat mereka kurang dapat memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga masih didominasi emosi dalam berperilaku atau mengambil keputusan.
"Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut termasuk jika nilainya mengandung kekerasan," kata dia.
Sementara dari faktor eksternal, Vera berpendapat adanya tradisi tawuran di sekolah dan lingkungan. Sekolah dekat dengan lingkungan yang berisiko kekerasan seperti pasar, terminal, tongkrongan geng, menjadi alasan para remaja melakukan tawuran.
Alasan eksternal lainnya termasuk nggak ada pengamanan atau pencegahan di lingkungan dan nggak ada wadah yang dapat menyalurkan energi mereka.
Sementara itu, Psikolog dari Profil Talenta Indonesia, Yasinta Indrianti mengungkapkan tawuran antarremaja didukung karakteristik remaja yang sedang masa pencarian jati diri. Rasa ingin berkompetisi menunjukkan eksistensi tetapi terkadang nggak bisa menyalurkannya dengan tepat.
"Cara menyikapinya dengan mengajarkan remaja untuk menghindari tawuran yang melibatkan pendekatan holistik, mencakup pengembangan keterampilan sosial, pengelolaan emosi, dan membangun kesadaran," ungkapnya.
Ya, setiap remaja pasti melewati fase pencarian jati diri. Namun, bukan berarti setiap remaja harus terlibat tawuran. Semoga pihak berwenang segera bisa melakukan langkah pencegahan sehingga tawuran remaja nggak terjadi lagi! (Siti Khatijah/E07)