Inibaru.id - Kehadiran bulan Ramadan selalu disambut dengan meriah oleh masyarakat. Sayangnya, antusiasme itu terkadang melampau batas dan justru berujung pada mara bahaya. Salah satu contohnya adalah adanya perang sarung di kalangan anak muda.
Baru-baru ini sebanyak 12 remaja digelandang ke Mapolres Cimahi, Jawa Barat, usai kedapatan terlibat perang sarung. Aksi ini berbahaya karena saat perang sarung, mereka juga memakai senjata yang dimodifikasi sedemikian rupa yang dimasukkan ke dalam sarung.
"Kami temukan barang bukti, ada tiga sarung yang sudah dimodifikasi menjadi senjata perang sarung. Kami dapatkan juga beberapa buah petasan," ungkap Kepala Polres Cimahi AKBP Aldi Subartono.
Karena mengganggu ketertiban umum dan berpotensi membuat cedera orang lain, perang sarung ini nggak bisa kita anggap sebagai kenakalan remaja biasa ya, Millens. Mereka yang terbukti melakukan tindak kejahatan tersebut bisa dijerat pidana.
Pelaku perang sarung dapat dijerat dengan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76 C, Pasal 80 ayat 1 dan 2, dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun.
Apabila perang sarung mengakibatkan kematian, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Dulu Sarana untuk Bercanda
Sebenarnya, bercanda dengan kawan-kawan sembari perang sarung di waktu menunggu buka puasa atau selepas sahur adalah kebiasaan para santri. Menyabetkan sarung atau slepet menjadi bentuk keakraban sesama teman.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, makna perang sarung telah berubah. Nggak cuma di dalam lingkungan pesantren, perang sarung kini bisa ditemui di sejumlah wilayah dan dibarengi dengan senjata yang diselipkan di dalam sarung.
Bahkan, di media sosial beredar video tutorial cara mengisi sarung dengan gir, batu, atau senjata tajam sebagai alat untuk tawuran. Miris banget ya, Millens?
Dikutip dari Pikiran Rakyat (11/4/2022), Dosen Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Farid Pribadi menyatakan jika perang sarung yang marak terjadi di Jabodetabek kini merambat ke daerah lain karena peran media sosial.
Dia juga menjelaskan, penyebab perang sarung antarremaja awalnya hanya hiburan dan main-main. Kemudian, perang sarung mendadak menjadi serius disertai kekerasan di dalamnya. Diduga, hal itu terjadi karena berkurangnya alternatif saluran-saluran kompetisi karena pandemi Covid-19.
Nah lo, rupanya perang sarung dulunya berlangsung menyenangkan ya, Millens? Sayang banget sekarang perang sarung justru menyeramkan dan membahayakan. Sebaiknya kita isi bulan Ramadan dengan perbuatan yang positif dan nggak ikut-ikutan melakukan tren perang sarung. (Siti Khatijah/E07)