Inibaru.id - Tak peduli sekeras apa pun kamu bekerja. Pada akhirnya, semua bisa berubah dalam sekejap. Kalimat itu ditulis Gabriela de Queiroz di akun LinkedIn-nya.
Kalimat yang singkat, tapi menggetarkan. Gabriela bukan nama sembarangan di dunia teknologi. Dia adalah Direktur bidang Kecerdasan Buatan (AI) di Microsoft; sebuah posisi yang nggak hanya prestisius, tapi juga strategis.
Dia terlibat dalam pengembangan sistem cerdas yang kini ditanamkan ke berbagai produk Microsoft. Namun semua itu seolah sirna begitu saja ketika surat pemutusan hubungan kerja (PHK) tiba-tiba datang tanpa aba-aba.
Gabriela adalah satu dari ribuan wajah yang kini nggak lagi menghuni koridor kantor raksasa teknologi itu. Sekitar 6.000 karyawan dipangkas dalam gelombang PHK Microsoft belum lama ini. Di antara mereka adalah tulang punggung divisi AI yang sejatinya tengah dielu-elukan sebagai wajah dan masa depan perusahaan.
Catatan Emosional Gabriela
Dalam catatan emosionalnya, Gabriela menulis bahwa dia bangun setiap hari dengan semangat untuk berkontribusi dan membuat perubahan; bekerja dengan keyakinan bahwa kehadirannya berdampak. Namun, pada akhirnya, seperti yang ditulisnya, “Saya hanyalah angka dalam laporan keuangan.”
Ironi ini begitu nyata. Ketika perusahaan sedang giat-giatnya memamerkan kecanggihan AI dan menjadikannya pusat dari segala inovasi, mulai dari Copilot, Bing AI, hingga integrasi teknologi GPT ke dalam sistem Windows dan Office, manusia-manusia di balik kecanggihan itu justru menjadi yang pertama tersingkir.
Gabriela bukan satu-satunya. Di berbagai lini, dari insinyur perangkat lunak, peneliti, pengembang model AI, hingga tenaga konten dan pemasaran, banyak yang menerima kabar PHK dengan cara yang nyaris seragam: senyap dan tanpa banyak penjelasan.
Sebagian dari mereka hanya diberi tahu melalui email, sementara yang lainnya ada yang hanya melalui panggilan video yang singkat, bahkan diklaim kurang dari lima menit.
Antara Inovasi dan Efisiensi

Pemutusan kerja ini, menurut pernyataan resmi Microsoft, adalah bagian dari “penyesuaian strategis”. Namun, narasi efisiensi itu terasa timpang jika melihat gimana perusahaan tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan menggelontorkan dana miliaran dolar untuk mengembangkan produk dan layanan berbasis AI.
Pada 2023 saja, perusahaan ini mengumumkan investasi senilai 10 miliar dolar AS ke OpenAI serta memperluas infrastruktur Azure untuk menopang model-model generatif yang makin haus daya komputasi. Jika begini, adakah istilah yang lebih halus dari sebuah bentuk subtitusi tenaga manusia ke mesin?
Dalam laporan yang dirilis oleh Economic Times, pemecatan terhadap Gabriela dan timnya menjadi semacam simbol dari fase baru industri teknologi; yakni fase ketika manusia mulai kehilangan tempat di tengah kecepatan machine learning (ML).
Sementara Microsoft terus meluncurkan produk baru yang menjanjikan efisiensi tinggi dengan AI, ada manusia yang terpaksa harus menepi, tentu saja termasuk kehidupan yang dipertaruhkan dan mungkin keluarga yang harus berpikir ulang tentang rencana masa depan mereka.
Siapa yang Tersisih?
Perlu kamu tahu, pemangkasan ini nggak hanya menyasar tenaga pendukung atau staf lapis terbawah. Justru para pemimpin inovasi seperti Gabriela de Queiroz yang terdampak lebih dulu. Dia adalah pendiri R-Ladies, komunitas global bagi perempuan di bidang sains data.
Selama ini Gabriela dikenal sebagai sosok yang vokal terkait pentingnya etika dalam pengembangan AI; bahwa teknologi secerdas apa pun harus tetap berpihak pada kemanusiaan. Namun, di tengah euforia industri akan potensi kecerdasan buatan, bisa jadi suara Gabriela justru akan dianggap kurang relevan.
Alih-alih memastikan lompatan teknologi tetap sejalan dengan nilai-nilai humanis, dunia sepertinya lebih sibuk mengejar efisiensi dan produktivitas. Apa yang terjadi di Microsoft hanyalah salah satu dari banyak episode PHK massal di industri teknologi dalam dua tahun terakhir.
Amazon, Google, Meta, hingga Spotify, semuanya melakukan langkah serupa. Namun, pemecatan yang menyasar tokoh-tokoh AI justru menghadirkan ironi mendalam, bahwa mesin yang dulunya diciptakan untuk membantu manusia, kini justru menggantikan mereka.
Kita belum tahu apakah ini hanya fase transisi atau benar-benar akan menjadi awal dari tatanan baru. Namun, kita sudah tahu pasti bahwa nggak ada yang berhak mengklaim tempat atau selalu bertahan. Yang bisa kita lakukan hanya satu: bersiap! (Siti Khatijah/E07)