Inibaru.id – Sudah setahun belakangan Suswono belajar mengoperasikan smart phone, tapi hingga kini masih belum percaya diri saat menggunakan kamera di ponselnya. Karena itulah dia selalu meminta bantuan saya untuk memotret hewan-hewan di kandangnya yang siap untuk dijual.
Peternak sapi asal Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini merasa selalu gagal menghasilkan foto yang estetis untuk sapi-sapinya yang akan dijual menjelang persiapan Iduladha bulan depan. Kalau nggak ngeblur, keseimbangan warna atau komposisinya buruk.
Tentu saja ini wajar. Jangankan memikirkan komposisi, memegang kamera saja mungkin baru belakangan ini dilakukannya. Menjalani hidup sehari-hari sebagai peternak di desa membuat lelaki paruh baya itu merasa nggak punya keharusan untuk berurusan dengan benda yang hampir nggak bisa lepas dari generasi muda ini.
Namun, era digital rupanya memaksanya beradaptasi juga. Sekarang, alih-alih membawa sapi-sapinya ke Pasar Sapi Ambarawa, Suswono memilih mengunggah foto-foto hewan ternaknya itu di media sosial, khususnya status WhatsApp (WA).
Dimudahkan oleh Gawai
Karena itulah dia meminta bantuan saya memotret sapi-sapi di kandangnya. Foto-foto itu nantinya akan diunggah di status WA. Dari enam sapi yang dipeliharanya, Suswono mengatakan, dua di antaranya sudah siap dijual. Kedua sapi itulah yang difoto.
"Kalau belajar motret, saya tidak punya waktu karena setiap hari harus mengurusi ternak sekaligus menjalankan usaha penggilingan daging yang cukup menyita waktu," terang lelaki yang akrab disapa Wono itu, Minggu (11/5/2025).
Namun begitu, bukannya dia nggak pengin belajar. Sebagai lelaki yang usianya hampir menginjak setengah abad, Wono merasa butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi. Dia mau melakukannya karena merasa teknologi itu sangatlah membantunya sekarang ini.
“Saya bisa promosi sapi-sapi saya lewat status WA; nggak perlu lagi repot-repot datang ke Pasar Sapi Ambarawa. Kalau ada kenalan yang pengin beli, tinggal cek ke kandang, lalu kalau sudah cocok, deal-deal-an saja,” ucap lelaki 49 tahun ini.
Usaha Penggemukan Ternak
Kelar sesi foto, hasil jepretan itu langsung diunggah Wono ke status WA-nya. Nggak lama kemudian, status itu pun segera mendapatkan respons dari orang-orang yang membacanya. Ada yang sekadar bertanya jenis sapi apa yang dijual, tapi nggak sedikit yang langsung tanya harga. Dengan tekun dan penuh kehati-hatian, dia menjawabi semua pesan yang masuk.
“Sapi yang saya pelihara itu berjenis FH Cross Simental. Ini ada dua yang siap jual; yang satu 17 juta rupiah, satunya 21 juta. Ukurannya nggak sebesar sapi Limousine yang biasanya dibeli pejabat, tapi sapi ini ndaging semua,” jelasnya sembari matanya nggak lepas dari layar ponsel.
Wono sudah memelihara sapi-sapi yang mudah dikenali dari warnanya yang kombinasi hitam-putih itu sejak beberapa bulan lalu. Dia hanya melakukan pembesaran; membeli sapi saat masih berusia satu tahun dari temannya, lalu menjualnya jika sudah cukup besar atau layak sebagai hewan kurban.
"Kalau kandang, saya sudah punya sejak masih muda dulu. Sedangkan untuk pakan, tiap sore saya ngarit rumput gajah yang sengaja saya tanam di lahan kosong miliknya yang ada di dekat rumah," terangnya.
Memanfaatkan E-commerce
Wono mengatakan, selain bisa berjualan secara daring, keuntungan lain yang dia dapatkan dari beradaptasi dengan gawai adalah kemudahan dalam mendapatkan informasi. Untuk membeli suplemen misalnya, dia kini mengaku sangat mengandalkan e-commerce.
"Saya sekarang cari (suplemen sapi) hampir seluruhnya secara online," kata Wono. "Saya juga banyak dapat informasi (tentang penggemukan sapi) lewat Youtube. Alhamdulillah berhasil, bisa jual dua ekor untuk Iduladha ini."
Menurutnya, mengetahui informasi yang tepat untuk usaha penggemukan ternak merupakan satu hal yang penting, apalagi kalau harus berpacu dengan waktu, misalnya untuk dijual pas Iduladha. Dalam setengah tahun sejak pembelian, sapi sebisa mungkin cukup besar untuk dijual saat Iduladha.
“Saya biasa pelihara sapi antara 5-6 bulan. Jika terjual jelang Iduladha seperti sekarang, saya bisa untung sampai 9-11 juta per ekor. Tinggal dipotong biaya pemeliharaan sekitar 1,5 juta sampai 2 juta rupiah,” ungkap Wono terkait perhitungannya memelihara sapi kurban.
Berkat promosi sederhana itu, dua orang sudah mendatangi kandangnya hari itu. Transaksi memang belum terjadi, tapi sebagaimana musim lalu, dia yakin kedua sapi itu pada akhirnya akan laku juga sebelum Iduladha. Nggak sia-sia peternak sapi ini belajar gawai! (Arie Widodo/E10)