inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Menguji Kepercayaan Publik terhadap Produk Pertamina di Tengah Kasus 'Pertamax Oplosan'
Rabu, 26 Feb 2025 11:41
Bagikan:
Ilustrasi: Kasus 'Pertamax Oplosan' membuat masyarakat enggan mengisi BBM di SPBU Pertamina. (Detak)

Ilustrasi: Kasus 'Pertamax Oplosan' membuat masyarakat enggan mengisi BBM di SPBU Pertamina. (Detak)

Meski dipastikan tidak ada 'Pertamax Oplosan', masyarakat mulai meragukan keaslian produk-produk Pertamina.

Inibaru.id - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan jajaran petinggi di Pertamina yang dibeberkan Kejaksaan Agung pada Selasa (25/2/2025) sontak membuat Eliyana gusar. Pasalnya, selama ini dia memakai Pertamax (RON 92) sebagai bahan bakar kendaraannya.

Eli, begitu perempuan asal Pekalongan itu biasa disapa, sudah lebih dari lima tahun meninggalkan bensin jenis Pertalite (RON 90), apalagi Premium (RON 89). Alasannya, meski harganya lebih mahal, dia merasa Pertamax lebih "sehat" untuk kendaraannya yang sudah cukup tua.

Kabar dugaan pengoplosan Pertalite yang dijual dengan harga Pertamax dalam korupsi tata kelola minyak mentah itu pun sontak membuatnya sedih. Dia pun bimbang, apakah harus tetap memakai Pertamax atau kembali beralih ke Pertalite.

"Saya nggak masalah keluar uang lebih banyak asalkan dapat produk yang lebih baik. Tapi, kalau jatuhnya dapat oplosan kayak begini, gimana dong?" keluhnya pada Rabu (26/2), lalu tersenyum kecut.

Beralih dari Pertamina

Kekecewaan serupa sebenarnya juga dirasakan Hendro Wibowo. Namun, dia nggak terlalu gusar karena beberapa tahun belakangan sudah mulai meninggalkan produk Pertamina dan beralih ke Shell, perusahaan BBM asal Inggris.

"Pakai Pertamax kadang-kadang saja, karena Shell cuma ada di tengah kota," tutur lelaki yang kini bermukim di Surabaya tersebut, Rabu (26/2). "Kalau Pertalite sudah nggak pakai sejak lama, karena nggak punya barcode dan antrean (pembelian Pertalite) panjang parah."

Untuk yang tinggal di area perkotaan seperti Jakarta atau Surabaya, mengganti produk Pertamina yang saat ini dinilai "bermasalah" dengan jenama lain memang bukan perkara sulit. Selain Shell, BBM juga bisa didapatkan di SPBU Vivo, BP, Exxon Mobil, atau Petronas.

"Kalau tinggal di kota sih gampang. Tapi, kalau seperti saya, mau nggak mau ya terima nasib saja, pakai Pertamax," keluh Sulawan, pengojek online asal Semarang yang kini memutuskan untuk kembali ke Pertalite setelah mendengar kabar tentang kasus "oplosan pertamax" itu.

Bukan BBM Oplosan

Pertamina menegaskan bahwa produk mereka yang beredar di masyarakat sudah sesuai standar Ditjen Kementerian ESDM. (VIVA/M Ali Wafa)
Pertamina menegaskan bahwa produk mereka yang beredar di masyarakat sudah sesuai standar Ditjen Kementerian ESDM. (VIVA/M Ali Wafa)

Kendati Pertamina baru-baru ini telah mengklarifikasi bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat bukan BBM oplosan, kasus yang melibatkan para petinggi di dunia perminyakan Tanah Air itu terlanjut membuat orang-orang menyangsikan keaslian produk yang dikeluarkan Pertamina.

"Kalau bisa pakai BBM bukan Pertamina, saya sudah pilih itu, sih. Jujur saya nggak percaya. Bukan cuma Pertamax, bahkan untuk produk lain seperti Pertalite juga saya nggak yakin," tegas Sulawan, Rabu (26/2).

Sedikit informasi, menanggapi keluhan masyarakat terkait "Peramax Oplosan" ini, VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso telah menegaskan bahwa kualitas BBM yang dipasarkan Pertamina saat ini sesuai dengan ketentuan Ditjen Kementerian ESDM, yakni untuk Pertamax adalah RON 92.

"Bisa kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. RON 92 adalah Pertamax, RON 90 adalah Pertalite," kata Fadjar di Jakarta, Selasa (25/2).

Duduk Perkara 'Pertamax Oplosan'

Pernyataan Fadjar merupakan tanggapan dari Pertamina berkaitan dengan kegaduhan di medsos yang menyebutkan bahwa Pertamax yang dibeli masyarakat sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite, alih-alih RON 92.

Kegaduhan mencuat seiring dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama kurun 2018-2023. Kasus ini melibatkan tujuh tersangka, termasuk RS (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), YF (Dirut PT Pertamina International Shipping), dan SDS (Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin).

Dalam kasus itu, RS diduga seolah-olah mengimpor produk kilang RON 92, tapi malah membeli bahan bakar sejenis Pertalite (RON 90). Lalu, produk kilang itu dicampur sedemikian rupa hingga menjadi Pertamax. Fadjar mengatakan, dalam kasus ini nggak ada praktik pengoplosan BBM untuk dijual ke masyarakat.

"Yang menjadi pokok pemeriksaan dari Kejaksaan Agung adalah praktik impor RON 90 yang seharusnya RON 92. Jadi, bukan pengoplosan sebagaimana narasi yang tersebar," akunya. "Ada misinformasi di situ."

Kesalahan informasi ini memang harus diluruskan agar isu yang berkembang di masyarakat nggak melebar ke mana-mana. Namun, lebih dari itu, sepertinya akan menjadi PR yang cukup berat bagi Pertamina untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap produk-produk mereka. Gimana menurutmu? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved