Inibaru.id – Minuman manis terus jadi bahan perbincangan masyarakat dalam beberapa hari belakangan. Setelah gerai minuman Es Teh Indonesia viral karena mengeluarkan somasi terhadap salah satu pelanggannya akibat kritik dengan bahasa kasar, kini pemerintah memutuskan untuk mengenakan cukai pada minuman manis dalam kemasan (MBDK) yang memang digemari orang Indonesia.
“Untuk implementasinya pada 2023, tentunya akan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti faktor kesehatan, pemulihan ekonomi, dan lain-lain,” ungkap Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani terkait dengan rencana pengenaan cukai minuman manis sebagaimana dilansir dari Bisnis, Selasa (27/9/2022).
Meski aturan rinci terkait hal ini masih dimatangkan, pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR sudah sepakat bahwa minuman manis masuk dalam sumber penerimaan kepabeanan dan cukai 2023 dengan target mencapai Rp 303,19 miliar.
“Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai, dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai baru berupa produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan [MBDK] yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat," ungkap Anggota Banggar DPR Bramantyo Suwondo, Selasa (27/9).
Sudah Direncanakan Sejak Lama
Meski kehebohan minuman manis dan kadar gula di dalamnya baru muncul beberapa hari belakangan, sebenarnya isu tentang pajak minuman manis demi mengurangi konsumsinya sudah muncul sejak lama. Berdasarkan laporan yang dirilis Cnbc, Senin (26/9/2022), terungkap pada Februari 2020 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan potensi penerimaan cukai MBDK pada Komisi XI DPR RI mencapai Rp 6,25 triliun.
Saat itu, dia mengusulkan tarif cukai senilai Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan yang tercatat terjual sampai 2.191 juta liter per tahun di Indonesia. Sementara itu, minuman berkarbonasi yang terjual 747 juta liter per tahun dikenakan cukai Rp 2.500 per liter. Angka yang serupa juga dikenakan pada minuman energi, kopi, dan minuman manis kemasan lainnya yang terjual sampai 808 juta liter per tahun.
Efektifkah Menekan Konsumsi Minuman Manis di Indonesia?
Sebelum Indonesia, sudah banyak negara yang juga menerapkan cukai pada minuman manis. Hasilnya, menurut riset dari Bank Dunia pada 2020 berjudul Taxes on Sugar-Sweetened Beverages International Evidence and Experiences yang dikutip dari Cnbc, Senin (26/9/2022), ada sejumlah negara yang berhasil mendapatkan pemasukan besar dari cukai tersebut. Afrika Selatan dan Portugal bahkan meraup puluhan juta Dollar AS dari cukai ini.
Tapi, apakah cukai ini juga sukses menekan konsumsi minuman manis? Jika kita melihat data yang dikeluarkan oleh Arab Saudi, jawabannya adalah iya. Tapi, cukai yang dikenakan cukup besar, yaitu 100 persen. Pada tahun pertama setelah cukai ini dikenakan, konsumsi minuman manis di negara gurun tersebut mampu ditekan sampai 58 persen.
“Kesadaran publik (untuk mengurangi konsumsi minuman manis) di Meksiko, Hungaria, dan California (AS), juga meningkat,” jelas riset tersebut.
Menurut peneliti Grant Donelly dari The Ohio State University, jika pajak yang dikenakan pada minuman manis tidak besar, ada trik yang bisa dilakukan agar masyarakat berpikir dua kali untuk membelinya, yaitu dengan mencantumkan label ‘Sudah Termasuk Pajak Minuman Manis’ alih-alih mencantumkan seberapa banyak uang pajak yang dikenakan.
“Ketika orang menyadari bahwa mereka harus membayar pajak tambahan untuk minuman manis, mereka akan memilih air mineral,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari Ddtc, Rabu (17/11/2021).
Kalau kamu, setuju nggak dengan cukai minuman manis, Millens? (Arie Widodo/E05)