Inibaru.id - Bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sering jadi bahan perbandingan dengan Malaysia. Banyak orang bertanya-tanya, kenapa harga di negeri tetangga bisa lebih murah, sementara kualitasnya juga terkesan lebih konsisten?
Padahal, kedua negara sama-sama punya sumber minyak mentah. Namun, kondisi di balik layar membuat peta BBM Indonesia dan Malaysia berbeda jauh.
Menurut Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus pakar bahan bakar dan pelumas, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, kuncinya ada pada status energi kedua negara. Malaysia masih menjadi net eksportir, sementara Indonesia sudah lama menjadi net importir.
“Struktur harga dan kebijakan BBM di kedua negara berbeda sejak awal,” jelas Tri.
Itu artinya, Indonesia harus bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini membuat harga lebih sensitif terhadap fluktuasi global dibanding Malaysia.
Selain status energi, faktor geografis juga berperan besar. Malaysia hanya terdiri dari dua daratan besar: Semenanjung Malaysia dan Kalimantan bagian utara. Sementara Indonesia berupa kepulauan yang luas, dengan kebutuhan distribusi jauh lebih kompleks.
“Di Indonesia, untuk menjamin pasokan, harus ada terminal dan depo BBM di berbagai wilayah. Ini menambah ongkos logistik yang akhirnya berpengaruh pada harga,” tambah Tri.
Kilang Minyak: PR Besar Indonesia
Sebagai informasi, Malaysia punya kilang minyak yang lebih modern dan efisien. Produk BBM yang dihasilkan pun relatif lebih konsisten. Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan kilang lama dengan kapasitas terbatas.
Modernisasi kilang menjadi pekerjaan rumah yang nggak kunjung selesai. Padahal, infrastruktur ini berperan penting dalam menentukan kualitas sekaligus harga BBM.
Faktor lain yang nggak kalah besar adalah jumlah penduduk. Malaysia dengan 32 juta jiwa punya kebutuhan BBM jauh lebih kecil. Indonesia? Lebih dari 230 juta jiwa, dengan kendaraan bermotor yang nggak terhitung jumlahnya.
Belum lagi, nggak ada batasan usia kendaraan di Indonesia. Alhasil, permintaan BBM harus mencakup berbagai produk, mulai dari RON rendah hingga tinggi.
Perbedaan harga juga dipengaruhi kebijakan fiskal. Di Indonesia, konsumen harus menanggung PPN 11 persen plus PBBKB 5–10 persen. Sementara di Malaysia, pajak lebih ringan dan subsidi per liter lebih besar.
Harga BBM per 25 September 2025 di Malaysia:
- RON95: RM 2,05/liter (Rp 7.175), dengan subsidi khusus warga menjadi RM 1,99/liter (Rp 6.965).
- RON97: RM 3,21/liter (Rp 11.235).
- Diesel: RM 2,93/liter (Rp 10.255).
* Untuk non-warga yang membeli RON95: sekitar RM 2,60/liter (Rp 9.100).
Bandingkan dengan Indonesia; Pertalite Rp 10.000/liter dan Pertamax Rp 12.850/liter. Perbedaannya jelas terasa, meski skala dan mekanisme subsidi berbeda.
Bukan Soal Satu Faktor
Meski harga di Malaysia terlihat lebih murah, Indonesia sebenarnya mengeluarkan subsidi lebih besar secara total. Konsumsi BBM nasional yang masif membuat beban subsidi jadi tinggi.
Tri menegaskan, jangan melihat perbedaan harga dan kualitas BBM hanya dari satu sisi. “Kombinasi status energi, infrastruktur, jumlah penduduk, pajak, hingga kebijakan subsidi membuat peta BBM di Indonesia dan Malaysia berbeda signifikan,” pungkasnya.
Dengan kata lain, membandingkan harga BBM Indonesia dan Malaysia memang menarik, tapi perlu dipahami konteksnya. Apa yang terlihat lebih murah di Malaysia belum tentu bisa diterapkan di Indonesia, mengingat kondisi energi, geografi, hingga kebutuhan warganya sangat berbeda. Hm, gimana nih pendapatmu, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)
