BerandaAdventurial
Jumat, 11 Jul 2025 13:06

Roemah Oei, Jejak Dua Abad Warisan Tionghoa di Jantung Lasem

Penulis:

Roemah Oei, Jejak Dua Abad Warisan Tionghoa di Jantung LasemImam Khanafi
Roemah Oei, Jejak Dua Abad Warisan Tionghoa di Jantung Lasem

Salah satu sudut di Roemah Oei yang jadi tempat favorit untuk berfoto pengunjung. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Di jantung Lasem, ada 'buku sejarah' yang tak pernah kusam, yang mendengar sangat banyak dan berbicara tanpa mulut. Itulah Roemah Oei, warisan Tionghoa yang telah berusia dua abad lamanya.

Inibaru.id - Gerbang cokelat tua itu berdiri kukuh di Jalan Jatigoro No 10, Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, seperti menyapa siapa saja yang lewat dengan keanggunan masa lalu. Tulisan Tionghoa berwarna emas di daun pintu seolah menyimpan cerita panjang yang belum selesai dibacakan.

Itulah Roemah Oei, sebuah bangunan berusia lebih dari dua abad yang nggak hanya menyimpan kenangan keluarga, tetapi juga denyut sejarah Lasem dan kebudayaan Tionghoa yang telah melebur dalam harmoni Jawa.

Dibangun pada 1818 oleh Oei Am, seorang perantau dari Tiongkok yang menikah dengan perempuan Lasem bernama Tjioe Nio, rumah ini awalnya adalah rumah keluarga, lalu berubah menjadi saksi sejarah akulturasi budaya, dan kini menjadi ruang hidup kembali bagi seni, kuliner, dan identitas.

Beberapa hari lalu saya mengujunginya, yang saat melangkah ke halaman depan langsung disambut pohon mangga besar yang rindangnya menaungi deretan kursi dan meja. Di situlah kafe sederhana menyajikan kuliner warisan Lasem seperti soto mrico, semur lodeh, mangut iwak pe, hingga kopi lelet.

Detail Intim dari Abad ke-19

Gerbang depani Roemah Oei. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Gerbang depani Roemah Oei. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Interior rumah ini menyimpan lapisan waktu: bangku rotan yang mulai rapuh, lemari tua, dan lantai terakota yang dinginnya menempel cukup lama di telapak kaki.

Kebaya encim milik Tjioe Nio terpajang rapi, kancingnya bergambar wajah suami dan anak-anaknya, menjadi sebuah detail intim dari abad ke-19 yang masih hadir hingga abad ke-21.

Dalam bukunya Chinese Architecture in the Straits Settlements, David G Kohl menyebutkan bahwa ciri khas arsitektur pecinan di Asia Tenggara adalah bentuk atap Ngang Shan atau pelana kuda, keberadaan courtyard (halaman dalam terbuka), serta konstruksi atap yang terekspos.

Semua itu hadir utuh di Roemah Oei. Namun, yang membuatnya unik adalah bagaimana rumah ini nggak hanya berpijak pada akar Tionghoa, tetapi juga mencerminkan pengaruh Jawa dan Eropa; misalnya pilar-pilar besar ala kolonial, dinding primbon Jawa berdampingan dengan kaligrafi Mandarin, dan syair Joyo Boyo yang diterjemahkan ke dalam tiga bahasa.

Transformasi Rumah Oei

Salah satu sudut di Roemah Oei yang jadi tempat favorit untuk berfoto pengunjung. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Salah satu sudut di Roemah Oei yang jadi tempat favorit untuk berfoto pengunjung. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Rumah Oei bukan sekadar estetika, tapi juga sebuah mantifact—jejak material dari nilai dan tatanan sosial zaman dahulu. Pembagian ruangnya mencerminkan struktur sosial masyarakat Lasem waktu itu.

Kini, ia telah bertransformasi menjadi ruang multi-fungsi. Selain sebagai tempat wisata sejarah, rumah ini juga menjadi penginapan bagi wisatawan. Di belakang bangunan utama, tersedia kamar-kamar sederhana yang bisa disewa.

Di courtyard tengah terdapat sumur tua berdiameter dua meter yang dinamai Soemoer Soember Girang, dinamai sesuai dengan dusun tua tempat rumah itu berdiri. Sementara di dinding, sejarah bergantung dalam bentuk foto-foto keluarga, potongan kebaya, dan kaset-kaset kuno dari era 1950-an hingga 1990-an.

Lalu, kafe yang berada di sisi depan rumah menyajikan suasana makan yang intim. Diteduhi pohon tua dan semilir angin pesisir, saya dan para pengunjung bisa mengecap bumbu khas masakan Lasem yang bercampur dengan cerita panjang rumah ini.

'Buku Sejarah' yang Tidak Tertutup Debu

Salah satu sudut di Roemah Oei yang jadi tempat favorit untuk bersantai pengujung sambi menikmati suasana. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)
Salah satu sudut di Roemah Oei yang jadi tempat favorit untuk bersantai pengujung sambi menikmati suasana. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Mengunjungi Roemah Oei seperti membuka lembaran-lembaran lama dari buku sejarah yang selama ini tertutup debu. Namun, "buku sejarah" tersebut kini nggak lagi berdebu karena sering dibuka dan tiap halamannya terus ditelusuri.

Nggak hanya membaca sejarah, di bangunan tua ini saya juga seperti ditarik ke masa lalu. Menapaki masa lalu dengan seluruh pancaindera; meletakkan tubuh di kursi rotan yang berdecit saat diduduki, menghirup aroma kayu tua yang agak apak dan terakota yang memantulkan cahaya lembut dari matahari sore.

Di antara cangkir-cangkir kopi lelet dan irama gamelan yang kadang diputar dari pelantang suara tua, Lasem kembali berbicara dalam bahasa yang tak hanya terdengar, tetapi juga menyentuh: bahasa rumah, bahasa waktu, bahasa warisan.

Bagi saya yang begitu menyukai Lasem, Roemah Oei bukan sekadar bangunan, tapi merupakan bagian tak terpisah dari tubuh si Tiongkok Kecil yang terus mengingat dan selalu berdetak. (Imam Khanafi/E10)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved