Inibaru.id - Pameran Desa Wisata Japan digelar untuk mengenalkan potensi desa ke masyarakat luas. Pameran bertajuk "Palana Japan" itu dihadirkan di tengah-tengah kota Kudus, lengkap dengan potensi alam dan budayanya dalam versi mini.
Palana Japan berisi pameran, talkshow dan pertunjukan. Sesuai dengan namanya, "palana" dalam bahasa Sansekerta berarti memelihara dan merawat. Pameran ini digelar untuk menceritakan kembali potensi di Desa Japan, memelihara dan merawatnya untuk kelestarian anak cucu mendatang.
Sore itu, Jumat (6/10/2023) kira-kira pukul 15.30 WIB, saya menyengaja hadir untuk melihat pameran yang digelar di Loe Me N'toe Cafe & Resto, Rendeng, Kudus itu. Setibanya di tempat parkir, saya melihat kerumunan orang sudah mulai memadati area pameran yang baru saja dibuka tersebut.
Oh iya, Milens, Palana Japan ini dihelat selama tiga hari, Jumat-Minggu (6-8/10/2023). Pameran dibuka dengan tari wiwit kopi, sebuah tarian khas untuk menyambut musim panen kopi di Lereng Muria.
Usai menikmati kopi robusta yang disediakan gratis, saya pun berkeliling dari bilik ke bilik untuk melihat spot pameran. Ada puluhan foto terpajang bertema kopi, wisata desa, hingga sejarah desa.
Di bagian pojok depan, saya melihat dua orang pemuda desa sedang sibuk menggores lilin pada kain batik.
Yap, Palana Japan yang saya kunjungi tak hanya pameran bertema kopi. Di sana saya juga menjadi paham tentang potensi Desa Japan yang lain. Desa yang terletak di pucuk utara Kabupaten Kudus dan masih satu daerah dengan Lereng Muria ini menyimpan banyak potensi yang asri. Air terjun Kedung Gender, Wisata Religi Rejenu, Air Tiga Rasa, Kebun Kopi, tempat camping dan sebagainya. Semua terpajang apik dalam kolase foto di dinding-dinding pameran.
Negeri Kopi yang Lestari
Negeri kopi menjadi branding yang diusung oleh Desa Japan untuk mengenalkan produk unggulannya, yakni Kopi Muria. FYI, sebagian masyarakat di sana memang menanam kopi untuk kebutuhan hidup. Konon ceritanya ada leluhur yang membawa kopi ke Japan pada abad ke-12.
Ketua Pengelola Desa Wisata Japan, Mutohhar menerangkan bahwa hampir 90 persen masyarakat Japan menanam kopi. Total seribuan hektar lebih kebun kopi ada di Desa Japan. Tak heran, pameran ini juga ditujukan untuk mengenalkan kopi berjenis robusta ke masyarakatluas.
"Dari berbagai sumber, ternyata ada keterkaitan keberadaan Syeh Sadali dan kopi. Ternyata sudah ada sejak abad 12. Sampai sekarang, kopi sudah mendarah daging di Desa Japan sebagai komoditas utama," kata Mutohhar beberapa waktu lalu.
Kopi di Desa Japan tak semata minuman. Lebih dari itu, Mutohhar menyatakan kopi berkaitan dengan sejarah desa, kehidupan sosial, dan budaya yang ada di Desa Japan.
Tari wiwit kopi, salah satunya. Buat yang belum tahu, wiwit adalah tradisi selametan untuk mengawali panen kopi di Desa Japan. Tradisi itu sudah membudaya dan turun temurun, bahkan dilestarikan menjadi sebuah tarian yang unik.
Mendongkrak Wisatawan
Beragam potensi yang disuguhkan dalam Palana Japan ini menjadi sarana untuk mendongkrak wisatawan agar berkunjung ke Japan. Mutohhar menuturkan, pameran ini dapat mengenalkan potensi sosial-budaya-pariwisata dari Desa Japan.
Hal itu, lanjut dia, sekaligus menjadi media edukasi untuk menceritakan seputar kesejarahan, keindahan alam dan kelestarian Japan lewat spot-spot pameran.
"Dengan branding negeri kopi ini, semoga Japan bisa menjadi salah satu rujukan ketika berbicara kopi. Ternyata kopi di sini tidak kalah bagus. Kita juga bisa belajar sejarah dan aspek lain lewat pameran ini," ungkapnya.
Mengunjungi pameran ini, memang mengingatkan saya yang sudah beberapa kali ke Desa Japan. Bagaimana saya bisa lupa dengan desa yang alamnya sejuk, masyarakatnya ramah, dan ada kopi berkualitas di sana? Hhmm, barangkali kesan-kesan semacam itu pula yang ingin disampaikan dari pameran ini kepada masyarakat. (Hasyim Asnawi/E10)