Inibaru.id - Jenang adalah salah satu kudapan kebanggaan warga Kudus. Ukurannya kecil, teksturnya kenyal, dan rasanya manis. Jika dulu hanya terbuat dari beras, ketan, kelapa, dan gula merah, jenang Kudus sekarang memiliki banyak varian karena diberi tambahan rasa durian, coklat, wijen, pandan, dan banyak lagi.
Nah, tahukah kamu jika keberadaan jenang di Kota Wali itu bermula dari sebuah kisah zaman dahulu yang sampai sekarang masih diuri-uri oleh masyarakat Kudus?
Ya, jenang di Kudus, khususnya di Desa Kaliputu, erat kaitannya dengan kisah Mbah Depok Sokonyono. Dia adalah sesepuh yang dipercaya berperan pada lahirnya Desa Kaliputu, desa penghasil jenang. Kamu penasaran ceritanya, Millens?
Mbah Depok dan Cucunya
Beberapa hari lalu, Inibaru.id sempat bertanya langsung kepada Kepala Desa Kaliputu, Widiyo Pramono tentang sejarah jenang dan desa itu. Pramono, begitu dia biasa disapa menceritakan bahwa suatu ketika, ada tragedi yang dialami cucu dari Mbah Depok Sokonyono.
Cucu Mbah Depok bermain burung merpati di dekat sungai. Keasyikan bermain, anak kecil itu jatuh ke sungai dan meninggal dunia. Mbah Depok kemudian menemui Saridin, salah seorang murid dari Sunan Kudus.
Mendengar kabar itu, Saridin atau lebih dikenal dengan Syekh Jangkung itu kemudian menceburkan sejumput batu gamping ke dalam sungai. Karena kesaktiannya, seketika seluruh aliran sungai berubah jadi bubur gamping.
"Akhirnya, oleh Saridin, sungai itu dikasih bubur gamping untuk menyelamatkan cucu Mbah Depok," cerita Widiyo.
Sabda Syekh Jangkung
Kades Kaliputu itu melanjutkan, karena kesaktian dari Saridin, cucu Mbah Depok hidup kembali. Dari kejadian tersebut, masyarakat mempercayai bahwa sungai dan Desa Kaliputu telah terkena sabda dari Saridin alias Syekh Jangkung.
Salah satu sabda yang dipercaya oleh masyarakat Desa Kaliputu adalah "Kaliputu keno sabdane Saridin. Kaliputu uripe soko jenang gamping", Arti dari ungkapan tersebut kurang lebih adalah 'Kaliputu terkena sabda dari Saridin. Kaliputu akan menggantungkan hidupnya dari jenang gamping'.
Hal tersebut membuat masyarakat desa itu senang dan melangsungkan syukuran dengan makanan yang terbuat dari jenang gamping. Nah, dari situlah kali pertama kemunculan jenang di Desa Kaliputu.
Rasa syukur atas keberkahan Tuhan melalui kisah Mbah Depok dan Saridin tersebut diwujudkan masyarakat Desa Kaliputu dengan membuat jenang tebok pada momentum Tahun Baru Islam.
"Dulu, kenapa disebut tebokan Jenang, karena masyarakat menggunakan wadah tebok tradisional dari bambu sebagai wadah jenang. Untuk prosesi selametan dan tasyakuran setiap tanggal satu suro," terangnya.
Seiring berjalannya waktu, selametan jenang tebok kian meriah dengan tambahan kirab budaya, pentas seni, dan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam, seperti yang digelar beberapa waktu lalu. Kirab Budaya Tebokan Jenang yang diselenggarakan masyarakat Desa Kaliputu itu menyajikan kisah Mbah Depok dan Saridin agar generasi muda memahami sejarah daerahnya.
Begitulah cerita mengenai asal-usul Jenang di Kudus, Millens. Ternyata di balik rasanya yang kenyal dan manis, menyimpan sejarah dan cerita yang nggak kalah manisnya, ya? (Hasyim Asnawi/E10)