Inibaru.id - Di Banyumas, ada satu tradisi pernikahan yang selalu berhasil mencuri perhatian tamu undangan. Namanya begalan, sebuah pementasan yang memadukan humor, simbolisme, dan nasihat hidup dalam balutan budaya Banyumasan. Meski atmosfernya dibuat santai, tradisi ini punya makna mendalam untuk pasangan yang hendak memulai hidup baru.
Begalan biasanya dimainkan oleh dua laki-laki berpenampilan layaknya perampok, lengkap dengan dialog khas Banyumasan yang ceplas-ceplos tapi tetap sopan. Keduanya dikenal sebagai Surantani dan Suradenta, tokoh yang masing-masing mewakili keluarga mempelai perempuan dan laki-laki.
Mereka membawa brenong kepang, sejenis pikulan berisi alat-alat rumah tangga yang jadi simbol perjalanan hidup berumah tangga. Dari luar mungkin terlihat seperti properti untuk lawakan, tapi setiap alat ternyata membawa pesan yang tidak main-main.
Banyak cerita yang berkembang soal asal-usul tradisi ini. Salah satu kisah yang paling populer menyebutkan bahwa begalan terinspirasi dari perjalanan Adipati Wirasaba yang hendak mempersunting putri Adipati Banyumas. Dalam perjalanan tersebut, rombongan pengantin laki-laki dihadang para begal. Pertarungan terjadi, tapi akhirnya rombongan Adipati Wirasaba menang dan bisa melanjutkan perjalanan. Lokasi kejadian itu kini dikenal sebagai Sokawera.
Lalu, apa saja isi pikulan yang dibawa Surantani dan Suradenta itu? Alat-alat seperti ian, ilir, siwur, kendil, cething, hingga muthu semuanya punya nilai simbolik. Misalnya, padi melambangkan kerendahan hati layaknya peribahasa semakin berisi, semakin merunduk. Irus juga mengingatkan mempelai agar tidak tergoda oleh hal-hal yang bisa merusak rumah tangga.
Di sisi lain, pikulan adalah pesan bahwa suami dan istri harus berjalan beriringan, saling menyeimbangkan satu sama lain. Sementara kendil melambangkan kemampuan istri menyimpan rezeki dengan bijak. Simbol-simbol inilah yang menjadi inti dari begalan, yaitu hiburan yang penuh tuntunan.
Dalam pelaksanaannya, begalan biasanya digelar sebelum akad nikah. Namun kini banyak juga keluarga yang memilih menampilkannya setelah akad atau saat pengantin sudah duduk berdampingan di pelaminan.
Prosesi dimulai dengan gending Banyumasan, kemudian dua tokoh masuk dengan gaya kocak tapi tetap menjaga wibawa pengantin yang dianggap sebagai raja dan ratu sehari. Para pemain begalan memang diingatkan agar tidak berlebihan menggoda atau melibatkan pengantin dalam setiap banyolan, agar marwah prosesi pernikahan yang sakral tetap terjaga.
Yang membuat begalan begitu menarik adalah kemampuannya memadukan adat, pesan moral, dan hiburan dalam satu rangkaian. Tamu undangan biasanya ikut tertawa di setiap percakapan antara Surantani dan Suradenta. Tapi di balik tawa itu ada pesan tentang kesiapan mental, tanggung jawab, dan kebersamaan dalam berumah tangga.
Karena dianggap penting, tradisi ini tetap lestari. Bahkan belakangan semakin banyak digelar. Kini, tradisi Begalan bukan sekadar pertunjukan. Ini adalah doa dan harapan agar keluarga baru ini berjalan menuju kehidupan yang lebih baik. Keren banget ya, Gez? (Arie Widodo/E07)
