Inibaru.id – Sudah bukan rahasia lagi kalau di Yogyakarta masih banyak sekali tradisi yang tetap terpelihara. Meski arus modernisasi di sana sudah semakin terasa, nyatanya berbagai ritual tradisi tetap dilaksanakan masyarakat. Salah satu di antaranya adalah tradisi songsong nolobondho yang tetap dilestarikan warga Padukuhan Kebondalem, Kelurahan Madurejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman.
Kamu bisa menemukan padukuhan ini sekitar 5 kilometer di sisi selatan dari Candi Prambanan. Di padukuhan tersebut, kondisi alamnya masih asri. Sebagaian besar warganya juga masih berprofesi sebagai petani. Bisa dikatakan, mereka masih menggantungkan alam sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari.
Nah, karena merasa alam sudah banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sehari-hari, masyarakat Padukuhan Kebondalem pun menggelar tradisi songsong nolobondho begitu musim panen tiba. Dengan melakukannya, mereka bisa mengekspresikan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.
Tradisi ini terkait dengan cikal bakal Padukuhan Kebondalem. Ceritanya, dulu sekitar abad ke-15, seorang prajurit yang melarikan diri dari huru-hara yang meruntuhkan Kerajaan Majapahit bernama Ki Nolobondho tiba di wilayah yang kini jadi padukuhan tersebut. Dia kemudian memutuskan untuk tinggal di sana dan memulai hidup baru. Namanya pun kemudian berganti menjadi Ki Surotanu atau Ki Singoranu.
“Makam Ki Nolobondho ada di Watu Gong yang masih masuk wilayah Padukuhan Kebondalem,” ungkap salah seorang sesepuh setempat, Tukimin sebagaimana dilansir dari Radarjogja, Jumat (24/11/2023).
Saat sedang terjadi pagebluk atau kemarau panjang, Ki Nolobondho melakukan ritual dengan pusakanya. Ternyata, ritual tersebut berhasil dan pagebluk mampu diredam. Nah, setelah Ki Nolobondho tiada, warga setempat terus melakukan ritual berupa mengarak pusaka milik Ki Nolobondho mengelilingi Padukuhan Kebondalem demi mencegah datangnya pagebluk atau meredamnya.
“Pusakanya itu berupa tombak serta payung. Tombaknya bernama Tombak Nogo Welat, sementara payungnya bernama Tunggul Nogo. Kedua pusaka ini ditempatkan di rumah ahli waris Ki Nolobondho,” lanjut Tukimin.
Selain mengarak pusaka Ki Nolobondho, ada acara lain yang harus dilakukan saat tradisi ini digelar, yaitu mementaskan wayang dengan lakon Baratayudha.
“Soal dari mana dana acaranya, masyarakat urunan secara sukarela. Intinya acara ini memang harus terselenggara. Soalnya, selain sebagai wujud syukur, tradisi ini juga bisa jadi ajang silaturahmi dan guyub rukun warga Padukuhan Kebondalem,” jelas Kepala Padukuhan Kebondalem Galuh Ade Novi.
Yap, unik banget ya tradisi songsong nolobondho di Padukuhan Kebondalem ini. Semoga saja tradisi unik ini bisa terus bertahan dan digelar di masa anak cucu kita nanti, Millens. Setuju? (Arie Widodo/E05)