Inibaru.id – Nggak lengkap rasanya kalau berbuka puasa tanpa hidangan takjil. Bahkan, saking tingginya permintaan takjil saat Ramadan, kamu pasti bakal menemukan banyak pedagang takjil dadakan di pinggir jalan.
Takjil ini nggak merujuk pada satu atau dua jenis makanan saja. Jenisnya banyak dari kurma, es campur, jajan pasar, gorengan, dan lain-lain.
Intinya, takjil adalah makanan ringan yang bisa dikonsumsi saat berbuka sebelum mengonsumsi makanan berat.
Prinsipnya mirip-mirip appetizer gitu, tapi untuk berbuka puasa. Soalnya, banyak orang yang mengaku perutnya nggak bisa langsung diisi dengan nasi saat berbuka, Millens.
Sudah dikenal sejak zaman nabi
Istilah takjil sudah ada sejak zaman Nabi. Hal ini diperkuat dengan adanya hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi seperti sebagai berikut:
“Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (ajjalu) berbuka.”
Dalam Bahasa Arab, istilah “ajjalu” berasal dari “ajjlu-yu’ajjilu-ta’jilan” yang sama-sama berarti “menyegerakan”. Sudah terlihat kan ada istilah takjil di situ? Oleh karena itulah, kalau kamu mengetik arti kata “takjil” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring, artinya juga “mempercepat” atau menyegerakan dalam berbuka puasa.
Jadi, sebenarnya istilah takjil ini nggak terkait dengan makanan pembuka saat berbuka puasa. Lantas, bagaimana bisa maknanya bisa bergeser sejauh itu?
Sebenernya, hidangan takjil sudah lama dikenal masyarakat Tanah Air. Jurnalis Belanda Snouck Hurgronje yang mengeluarkan laporan bernama De Atjehers mengungkap bahwa hidangan takjil masyarakat Aceh pada akhir abad ke-19 adalah bubur pedas. Bahkan, ada kabar bahwa Walisongo sudah memperkenalkan hidangan takjil untuk berbuka puasa pada abad ke-15.
Meski begitu, penyebutan takjil sebagai istilah untuk hidangan berbuka puasa sepertinya dipopulerkan oleh ormas Muhammadiyah pada masa jelang kemerdekaan Indonesia. Hal ini terungkap pada buku berjudul Kiai Ahmad Dahlan – Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan (2010) yang ditulis oleh Profesor Munir Mulkhan. Dalam buku ini, tertulis bahwa masyarakat Muhammadiyah banyak yang menyediakan hidangan takjil bagi umat yang pengin menyegerakan berbuka puasa.
Tradisi ini semakin populer pada 1950-an. Takjil banyak dibagikan di Masjid Kauman Yogyakarta. Sejak saat itulah, pergeseran makna takjil dari “menyegerakan” berbuka menjadi “hidangan berbuka” semakin kuat.
“Dari situ kebiasaan makanan dan minuman manis untuk berbuka mulai menyebar. Aneka bubur manis, kue manis, dan es sering dihidangkan untuk berbuka,” terang pemerhati kuliner nasional Arie Parikesit sebagaimana ditulis Kumparan (16/5/2019).
Hm, menarik juga ya cerita tentang sejarah penyebutan takjil ini. Omong-omong, apa takjil favoritmu untuk berbuka, Millens? (Arie Widodo/E05)