Inibaru.id – Ngamplop saat kondangan seakan menjadi sebuah budaya tak tertulis yang dilakukan masyarakat Indonesia. Uniknya, ada yang memberi nama pada amplop tersebut meski ada pula yang memilih untuk merahasiakannya. Nah, kira-kira, sejak kapan sih budaya ngamplop saat kondangan ini kita lakukan?
Ternyata, kebiasaan memberikan amplop ini berawal dari tradisi “nyumbang” yang berasal dari nenek moyang bangsa Indonesia. Di Jawa, misalnya, dulu, sebelum kita mengenal ngamplop, masyarakat akan memberikan bahan makanan layaknya beras, gula, telur, mi instan, dan berbagai bahan makanan lainnya untuk membantu keluarga yang sedang hajatan.
Nah, apapun benda yang diberikan, akan dicatat oleh tuan rumah. Lalu, orang-orang yang memberikan bahan makanan ini akan diberi “berkat”, bingkisan yang isinya berbagai macam makanan.
Nah, mengingat bahan makanan terkadang cukup berat dan ribet, orang Indonesia pun mulai menggantinya dengan uang yang dibungkus amplop. Toh, niatnya juga sama-sama membantu. Meski begitu, masih ada kok orang-orang yang melakukan tradisi “nyumbang” bahan makanan hingga sekarang.
Kok bisa ya, ada satu keluarga yang hajatan, tetangga atau keluarga lainnya “nyumbang”gitu? Ternyata hal ini dipengaruhi oleh budaya kearifan lokal yang sangat lekat dengan kita, gotong-royong. Orang Indonesia yang dikenal rukun percaya bahwa jika ada satu keluarga bahagia atau berduka, maka orang-orang sekitarnya akan ikut merasakannya.
Selain dengan memberikan materi berupa bahan makanan atau uang, sumbangan juga bisa berupa tenaga seperti membantu persiapan acara hajatan.
Seiring dengan waktu, tradisi ngamplop yang awalnya hanyalah untuk membantu berubah menjadi semacam keharusan yang tak tertulis. Sebagai contoh, jika ada acara pernikahan, bahkan sudah ada kotak sumbangan di pintu masuk acara hajatan. Selain itu, keluarga dekat biasanya akan memberikan uang dalam jumlah besar di amplop.
Uniknya, di sejumlah daerah, ada masyarakat yang sengaja menuliskan nama di amplopnya. Tujuannya, agar si pemilik hajatan mengembalikan dengan jumlah yang sama saat keluarga si penyumbang bergantian menggelar hajatan. Di Jawa, istilah ini dikenal dengan “mbalekne sumbangan” yang artinya adalah mengembalikan sumbangan.
Kalau kamu, lebih suka ngamplop saat kondangan atau memberikan kado saja, nih, Millens? (Hip/IB09/E05)