Inibaru.id – Tradisi menyambut Ramadan di daerah-daerah Tanah Air biasanya digelar dengan meriah. Hal serupa juga dilakukan oleh masyarakat adat Anak Putu Banokeling yang bisa kamu temui di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Jelang bulan puasa, mereka menggelar tradisi Perlon Unggahan.
Menurut keterangan Kepala Desa Pekuncen Karso, tradisi Perlon Unggahan masih dilakukan ribuan warga setempat yang tinggal di sekitar Makam Eyang Banokeling.
“Soal kapan hari tradisi Perlon Unggahan digelar, biasanya dipastikan pada Bulan Ruwah atau Sadran minggu terakhir pada Jumat sebelum bulan Puasa. Pasarannya nggak jadi soal, yang penting hari Jumat,” ungkap Karso sebagaimana dilansir dari Detik, Jumat (17/3/2023).
Di sisi lain, menurut juru bicara Anak Putu Banokeling Sumitro, tradisi ini sebenarnya sudah ada sebelum Islam masuk ke kampung tersebut. Bedanya, sebelum akhirnya dipakai sebagai tradisi menyambut Ramadan, dulu Perlon Unggahan digelar sebagai wujud syukur usai panen padi.
“Dulu sebelum Islam masuk ke Tanah Jawa, masyarakat juga sudah mengenal puasa among tani. Nah sebelum musim tanam atau panen, digelar tradisi Perlon Unggahan,” terang Sumitro, Jumat (17/3).
Ritual Jalan Kaki
Lantas, kok bisa kemudian berubah jadi tradisi menyambut Ramadan? Kalau soal itu, disebabkan oleh banyaknya keturunan Eyang Banokeling yang kemudian berkelana sampai ke Cilacap. Nah, untuk keperluan silaturahmi setahun sekali, sehari sebelum tradisi ini digelar, keturunan Banokeling yang berasal dari Cilacap menjalani prosesi berjalan kaki sejauh kurang lebih 40 kilometer menuju Desa Pekuncen.
Tahun 2023 lalu, setidaknya sekitar 500 orang yang menjalani ritual jalan kaki ini. Mereka membawa hasil bumi yang disebut sebagai ambeng, demi bertemu dengan sesama keturunan Eyang Banokeling lainnya. Setelah pertemuan itu, mereka menyembelih 31 ekor kambing dan 1 sapi yang dibeli dari uang sumbangan seluruh keluarga.
Selain membuat aneka masakan daging dari hewan yang disembelih, warga juga membuat serundeng sapi dan sayuran berkuah. Nah, makanan-makanan tersebut kemudian dikonsumsi bersama warga setelah acara ziarah makam yang biasanya digelar pada Jumat siang. O ya, saat pembagian makanan, yang menyajikannya harus 12 lelaki dewasa, Millens.
“Tradisi ini bermakna, kita sebagai umat manusia harus selalu ingat kepada Tuhan dengan perantara ziarah makam ini,” ungkap Sumitro.
Masyarakat Desa Pekuncen percaya jika dengan melakukan tradisi turun-temurun ini, maka bulan Ramadan nantinya bakal penuh dengan berkah. Mereka pun bakal semakin bersemangat mengisi Ramadan dengan hal-hal yang positif, deh. Keren banget ya, Millens tradisi Perlon Unggahan ini. (Arie Widodo/E10)