Inibaru.id – Bagi warga Jawa Timur, nama Keraton Gunung Kawi sering dikaitkan dengan tempat untuk mencari pesugihan. Padahal, yang benar tempat ini hanyalah jujugan untuk berziarah dan kaya akan nilai sejarah.
Hal ini diungkap oleh sang penjaga dan juga pemandu dari situs yang ada di Dusun Gendoga, Desa Balesari, Ngajum, Kabupaten Malang tersebut, Jono. Dia mengaku nggak nyaman dengan anggapan bahwa tempat yang dia urus adalah tempat mencari pesugihan.
“Ini adalah tempat untuk berziarah, bertawasul kepada leluhur, bukannya mencari pesugihan. Nggak benar itu,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari Detik, Jumat (13/10/2023).
Memangnya, seperti apa sih Keraton Gunung Kawi sampai-sampai dianggap sebagai tempat mencari pesugihan? Sebenarnya sih ya, meski memiliki embel-embel keraton pada namanya, kamu nggak akan menemui bangunan megah di sana. Situs yang ada di ketinggian 2.860 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut sebenarnya hanyalah kompleks makam kuno yang dilengkapi tempat ibadah.
Begitu kamu memasuki area Keraton Gunung Kawi, bakal langsung disuguhi tiga makam yang diyakini milik pengawal Eyang Tunggul Manik dan istrinya, Eyang Tunggul Wati. Ketiga pengawal tersebut adalah Eyang Hamid, Eyang Broto, serta Eyang Joyo.
Setelah melewati ketiga makam tersebut, kamu bakal menemui pohon Dewandaru yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai pembawa keberuntungan. Ada pula bangunan utama Keraton Gunung Kawi dan sejumlah tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, hingga kelenteng.
Makam utama dari kompleks Keraton Gunung Kawi yang merupakan tempat peristirahatan Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati bisa kamu temui di sisi utara. Di dekat kedua makam itu, ada tempat di mana banyak orang bertapa atau bersemedi.
“Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati aslinya dari Kerajaan Kediri. Keduanya menetap di sini untuk bersemedi sampai meninggal. Alasan mereka pindah adalah untuk menjauh dari ramainya kehidupan. Tapi, di sini mereka malah jadi jujugan masyarakat yang pengin meminta wejangan untuk berbagai permasalahan kehidupan,” cerita Jono.
Nah, kebiasaan masyarakat datang ke tempat tersebut untuk mencari wejangan atau petunjuk terus bertahan meski Eyang Tunggul Manik dan Eyang Tunggul Wati sudah meninggal dan dikuburkan di kompleks tersebut. Sayangnya, belakangan ini ada sejumlah oknum yang menyalahgunakannya sebagai tempat mencari pesugihan.
“Tujuannya harusnya untuk berziarah, bukan untuk mencari pesugihan. Biasanya ada orang yang berdoa untuk meminta kelancaran atau kesuksesan di sini,” pungkas Jono.
Wajar jika Jono nggak berkenan kalau tempat yang kabarnya dibangun pda 1115 itu dijadikan tempat mencari pesugihan. Realitanya, Keraton Gunung Kawi memang bangunan bersejarah yang seharusnya dilestarikan dan dipergunakan dengan semestinya. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)