inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Jenang Solo, Maknanya Ada dalam Lima Fase Kehidupan Manusia
Jumat, 19 Jan 2024 11:17
Bagikan:
Ilustrasi: Jenang atau bubur merupakan makanan yang mudah dijumpai di Kota Solo. (Anekwisata)

Ilustrasi: Jenang atau bubur merupakan makanan yang mudah dijumpai di Kota Solo. (Anekwisata)

Jenang Solo adalah makanan yang manis, lembut, dan gurih. Saat memakannya, kita nggak hanya kenyang tapi diharapkan bisa meresapi makna-makna yang terkandung di dalamnya tentang lima fase kehidupan manusia.

Inibaru.id - Salah satu kuliner tradisional yang mudah kita jumpai saat berada di Solo adalah jenang atau sebagian orang menyebutnya bubur. Nggak cuma ada di pasar-pasar, jenang Solo juga selalu ada sebagai menu pelengkap hajatan yang digelar masyarakat. Bahan dasar jajanan legendaris ini adalah tepung beras atau tepun ketan, santan, dan gula merah.

Jenis jenang ada banyak bergantung pada bahan-bahan yang digunakan. Tapi sebagai pencinta kuliner, pastinya kamu sudah nggak asing dengan jenang-jenang yang selalu ada pada acara hajatan, kan? Seenggaknya ada tujuh jenis jenang khas Solo, yaitu jenang sumsum, candil, sengkala, procot, lemu, majemukan, dan abang putih.

Lebih dari sekadar camilan manis dan mengenyangkan, jenang Solo kerap dijadikan simbol rasa syukur masyarakat untuk setiap fase kehidupan. Mengutip dari surakarta.go.id, fase tersebut meliputi fase mantenan, mitoni, puputan, tedak siten, dan perjuangan kejayaan. Fase-fase seperti apa itu? Yuk, simak penjelasannya!

1. Fase Mantenan

Fase pertama diawali dengan mantenan atau pernikahan yang kerap menghadirkan jenang sebagai menu andalan. Pada tahap ini, seseorang akan memulai hidup baru dengan pasangannya.

Seperti yang kita tahu, pernikahan nggak hanya menyatukan dua insan, tapi juga menyatukan dua keluarga. Pernikahan dalam adat Jawa memiliki prosesi berupa serah-serahan, siraman, dodol dawet, midodareni, upacara panggih, upacara balangan suruh, dan sebagainya.

2. Fase Mitoni

Selanjutnya adalah fase mitoni atau tujuh bulan kehamilan. Tradisi mitoni menjadi bukti bahwa masyarakat Jawa masih menganggap tradisi sebagai suatu hal yang melekat dengan kehidupan manusia, bahkan sejak masih di dalam rahim. Jenang yang biasanya hadir sebagai simbol untuk mendoakan ibu hamil adalah jenang procot.

3. Fase Puputan

Fase puputan atau sepasaran biasanya dilakukan lima hari setelah kelahiran bayi. Upacara ini umumnya menjadi penanda putusnya tali pusar si bayi. Adapun rangkaian tradisi puputan dimulai dengan upacara sepasar (Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing), yang menandakan bahwa bayi telah berusia sepasar (5 hari).

4. Fase Tedak Siten

Tedak Siten, salah satu fase hidup manusia yang berarti saat mempersiapkan diri menuju kehidupan. (Istimewa)
Tedak Siten, salah satu fase hidup manusia yang berarti saat mempersiapkan diri menuju kehidupan. (Istimewa)

Fase selanjutnya adalah tedak siten yang biasanya digelar saat anak berusia 35 hari. Secara keseluruhan, upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan anak agar mampu melewati setiap fase kehidupannya kelak. Istilah tedak siten berasal dari bahasa Jawa, yakni 'tedhak' berarti kaki, sedangkan 'siten' berarti tanah.

5. Fase Perjuangan Kejayaan

Fase terakhir yaitu perjuangan kejayaan. Ini adalah fase saat manusia sudah berhasil melewati beberapa fase sebelumnya. Dengan melewati fase ini, maka manusia akan dihadapkan dengan fase kehidupan yang sesungguhnya.

Wah, lengkap banget ya bentuk syukur ala orang Jawa terutama di wilayah Solo ini? Jika seseorang dibuatkan selametan lengkap di semua fase tersebut, maka itu adalah salah satu definisi dari "Semua Aku Dirayakan", ya? Hahaha. (Siti Khatijah/E07)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved