Inibaru.id – Masjid Agung Demak dan Menara Kudus sejauh ini dikenal sebagai pusat penyebaran Islam Nusantara di Jawa Tengah. Ini nggak lepas dari keberadaan sejumlah pemuka agama, yang dikenal sebagai Walisongo, yang sengaja memulai dakwahnya dari wilayah pesisir utara.
Seperti kita tahu, Demak dan Kudus memang berada di wilayah ujung utara Jateng. Setali tiga uang, Gresik, Tuban, dan Surabaya, di Jawa Timur, serta Cirebon di Jawa Barat, juga menjadi wilayah penyebaran Walisongo.
Berawal dari Ampel (Surabaya), Islam bergerak ke Gresik dan Tuban. Kala itu, ketiga kota itu merupakan wilayah bandar atau pelabuhan. Walisongo yang disinyalir juga merupakan pedagang tentu lebih mudah menjangkau pesisir utara Jatim itu.
Sebagai pusat perniagaan, Jawa tentu banyak dikunjungi pedagang dari luar pulau. Nah, jika Islam menyebar di Jawa, para pedagang yang datang pun diharapkan bakal “membawa” Islam ke daerah asal mereka.
Dari Jatim, Islam bergerak ke Jateng. Kenapa? Ini karena pusat kebudayaan dan politik ada di Jateng. Hal tersebut terjadi setelah Majapahit goyah pada 1478 lantaran serangan Kediri. Laiknya di Jatim, para sunan menyebarkan Islam di pantura Jateng juga lantaran daerah itu dipenuhi pelabuhan besar.
Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, dan Rembang, adalah pusat perniagaan laut yang ramai pada abad XVI sehingga memungkinkan penyebaran Islam akan bisa masif.
Sementara, pemilihan Cirebon di Jabar juga tak lepas dari pertimbangan ekonomi. Perlu kamu tahu, kota yang menjadi wilayah dakwah Sunan Gunung Jati itu adalah jalur perdagangan rempah-rempah, komoditas dari Indonesia Timur. Tentu saja keberadaan ini memudahkan persebaran Islam sana.
Kendati dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Sunan Kalijaga juga berdakwah di wilayah pedalaman Jawa, pusat penyebarannya tetap di pesisir utara.
Nah, gimana, Millens? Sudah tahu kan kenapa banyak peninggalan Islam di wilayah pantura Jawa? (IB20/E03)