inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Hari Merdeka di Lereng Muria: Pawai Obor, Kondangan, dan Keroyokan Berkat
Rabu, 21 Agu 2024 14:00
Bagikan:
Masyarakat Desa Jrahi berkumpul untuk mengikuti kondangan lamporan bersama. (Dok Dian Novita Sari)

Masyarakat Desa Jrahi berkumpul untuk mengikuti kondangan lamporan bersama. (Dok Dian Novita Sari)

Masyarakat Desa Jrahi di lereng Gunung Muria menyambut Hari Merdeka dengan Lamporan, tradisi pawai obor yang diikuti kondangan dan keroyokan berkat.

Inibaru.id – Sudah menjadi semacam agenda rutin di tengah masyarakat jika malam perayaan Hari Kemerdekaan RI selalu diisi dengan acara kumpul-kumpul yang di acap dikenal sebagai malam tirakatan. Biasanya, malam tirakatan diisi dengan doa dan makan bersama.

Di pelbagai daerah, malam tirakatan juga sering dibarengi dengan pesta kembang api, parade bendera, bahkan dangdutan. Namun, Desa Jrahi di lereng Gunung Muria punya cara lain untuk merayakan hari bersejarah tersebut, yakni dengan menggelar lamporan.

Untuk yang belum tahu, lamporan adalah tradisi pawai obor yang dikenal luas di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Belakangan, tradisi ini memang kembali dihidupkan di pelbagai desa di Pati setelah lama nggak terdengar gaungnya, termasuk di Jrahi yang merupakan bagian dari Kecamatan Gunungwungkal.

Biasanya, masyarakat Pati menggelar lamporan sebagai upaya tolak bala untuk hewan ternak mereka, yang dilaksanakan selama bulan Muharam atau Suro. Namun, tahun ini warga Jrahi rupanya juga menggelar lamporan untuk menyambut Hari Merdeka.

Pawai Obor Mengelilingi Desa

Kondangan lamporan diawali dengan arak-arakan obor keliling desa Jrahi. (Dok Dian Novita Sari)
Kondangan lamporan diawali dengan arak-arakan obor keliling desa Jrahi. (Dok Dian Novita Sari)

Malam 17-an, di tengah dinginnya udara malam pegunungan yang jauh lebih menggigit saat musim kemarau, masyarakat Desa Jrahi berkumpul di perempatan Vihara Saddhagiri. Begitu obor-obor dinyalakan, mereka segara berarak mengelilingi desa yang berhiaskan berbagai atribut merah-putih.

Beberapa bagian jalan yang sebelumnya gelap berangsur terang saat rombongan melintas. Di tepi jalan, anak-anak melambaikan tangan, menyambut para pembawa obor yang nantinya akan kembali berkumpul di perempatan vihara.

Sukarwi, seorang warga yang aktif mengikuti tradisi ini mengatakan, obor yang dibawa kemudian dikumpulkan di satu tempat, lalu dibakar menyerupai api unggun. Setelah itu, warga menggelar kondangan bersama di tempat tersebut.

"Ini bukan sekadar pawai obor, tapi sebuah ritual yang menyatukan doa, harapan, dan kebersamaan dalam balutan semangat kemerdekaan," kata dia.

Menurut Sukarwi, lamporan sebelumnya merupakan ritual yang digelar untuk mengusir roh-roh jahat pengganggu ternak. Semula, penyelenggaranya hanya pemilik ternak. Namun, seiring waktu, ritual ini berkembang luas hingga menjadi tradisi masyarakat yang dilaksanakan semua orang.

Kondangan dan Keroyokan Berkat

Warga Jrahi yang mengikuti kondangan lamporan ini mulai dari orang dewasa hingga anak-anak, lho. (Dok Dian Novita Sari)
Warga Jrahi yang mengikuti kondangan lamporan ini mulai dari orang dewasa hingga anak-anak, lho. (Dok Dian Novita Sari)

Tradisi lamporan awalnya hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki ternak sapi lantaran mereka percaya, obor yang diarak bisa mengusir roh-roh jahat pengganggu ternak. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang lebih luas hingga menjadi bagian nggak terpisahkan dari masyarakat.

"Tidak cuma untuk tolak bala, tradisi ini juga sekarang jadi bagian dari perayaan HUT RI," terang Sukarwi. "Lamporan selalu diikuti acara kondangan bersama. Warga yang memiliki sapi membawa berkat (sepaket penganan), lalu berkat didoakan dan dimakan bareng-bareng."

Untuk berkatnya, dia melanjutkan, dulu harus berupa nasi liwet dan telur rebus. Namun, sekarang jauh lebih fleksibel, boleh berupa makanan atau jajanan apa saja. Berkat selanjutnya didoakan bersama warga, lalu dimakan bersama, yang dikenal sebagai "keroyokan berkat".

Dian Novita Sari, salah seorang warga yang turut serta dalam lamporan 16 Agustus lalu mengatakan, momen keroyokan berkat inilah yang biasanya dinantikan warga, termasuk dirinya. Bukan semata mengincar menu yang disajikan, keroyokan ini juga bentuk kebersamaan menyambut berkah.

"Tentu saja antusias. Ini momen yang ditunggu. Siapa pun boleh ikut, nggak cuma para pemilik sapi," seru Dian sebelum acara keroyokan berkat dimulai.

Malam itu, di tengah dinginnya lereng Muria, tradisi lamporan menyambut HUT ke-79 RI di Desa Jrahi berlangsung meriah dan khidmat, mulai dari pawai obor, kondangan, hingga keroyokan berkat. Nggak ada sekat dan batasan; semua duduk bersama dengan penuh suka cita.

Mungkin, memang begitulah seharusnya definisi merdeka: setara dan semuanya tertawa penuh suka cita. Dirgahayu, Indonesia! (Rizki Arganingsih/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved