Inibaru.id - Bagi masyarakat Jawa, kelahiran bayi adalah hal yang sakral sehingga sebaiknya diadakan upacara adat untuk menyambutnya. Setidaknya, ada dua upacara adat yang akan dilakukan yakni puputan dan selapanan. Kapankah upacara ini dilakukan?
Upacara puputan akan dilakukan saat tali pusar terlepas dari perut bayi. Sebagaimana diketahui, tali pusar bayi akan mengering dan terlepas dengan sendirinya. Pada saat inilah upacara puputan atau yang dalam Bahasa Jawa disebut sebagai puput puser ini dilakukan.
Tujuan upacara ini adalah untuk memohon keselamatan bagi si bayi. Pada bayi perempuan, pusar yang baru saja mengering ditutup dengan sepasang ketumbar. Sementara pada bayi laki-laki, pusar ditutupi dengan sepasang merica.
Sebelum mengadakan upacara puputan, pihak orang tua atau keluarga biasanya akan memagari sekeliling rumah dengan benang Lawe. Setelahnya, pintu rumah diberi dedaunan seperti daun nanas, daun lolan, daun widara, dan daun girang.
Baca Juga:
Di Mana Ya Kereta Api Isi Bahan Bakar?Pintu rumah juga dicoreti dengan injet dan jelaga serta dipasangi duri-durian yang berasal dari pohon kemarung. Hal ini bertujuan untuk menolak sawan atau mahluk halus yang bisa membuat bayi ketakutan atau jatuh sakit.
Menipu Makhluk Halus
Masyarakat Jawa percaya jika ari-ari atau plasenta adalah saudara bayi saat berada dalam kandungan. Karena alasan inilah saat upacara puputan, ari-ari disandingkan dengan mainan seperti umbul-umbul, bendera, dan lain-lain yang ditempatkan pada batang pohon pisang, serta semacam payung unik.
Setelah pusar ditutupi merica atau ketumbar, bayi kemudian dipangku para sesepuh secara bergantian saat malam hari. Bayi baru boleh ditidurkan di ranjang menjelang pagi. Oya, tempat tidur bayi juga sebaiknya diberi batu gilig yang digambari bentuk manusia.
Batu gilig ini juga digendong layaknya bayi dan ditidurkan pada di ranjang. Konon, prosesi terakhir ini bisa menipu mahluk halus. Alih-alih menakut-nakuti si bayi, makhluk halus itu akan menakuti batu gilig yang dibikin menyerupai bentuk bayi. Ha-ha.
Selepas tengah malam, pemilik rumah biasanya bakal mengeluarkan nasi dan lauk pauk, termasuk pisang mas sebagai hidangan pencuci mulut bagi para tamu pada upacara ini. Setelah makan, para tamu dipersilakan pulang, meski ada pula yang memilih tetap tinggal untuk tirakatan.
Cukur Rambut Perdana
Perlu kamu tahu, puputan pusar termasuk salah satu upacara tradisional yang lumayan rumit di Jawa. Namun, beberapa orang menyederhanakannya dengan cara membuat tumpeng yang terdiri atas nasi dan sayuran, bubur merah putih, jajan pasar, dan baro-baro. Tradisi ini dialakukan saat bayi berusia sepasar atau lima hari.
Setelah bayi berusia 35 hari, upacara selapanan digelar. Selapanan adalah upacara cukur rambut perdana pada bayi. Prosesi ini umumnya dilakukan nenek bayi yang bersangkutan. Setelahnya, kepala bayi juga diolesi air perasan dadap aren.
Saat upacara selapanan ini, pihak keluarga juga membuat tumpeng yang dilengkapi bawang merah, cabai merah, telur, dan inthuk-inthuk berupa batok bolu dengan wadah daun pisang. Inthuk-inthuk ditempatkan pada tempat tidur bayi untuk mengelabui mahluk halus sehingga bayi terhindar dari mara bahaya.
Meskipun memiliki banyak nilai tradisi yang luar biasa, sayangnya kini upacara puputan dan selapanan ini semakin jarang untuk dilakukan karena dianggap cukup merepotkan. Padahal, tradisi ini sangat menarik dan memiliki keluhuran yang luar biasa. (AS/IB)